Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waketum Peradi Nilai Sanksi Terhadap Fredrich Terlalu Berat

Kompas.com - 06/02/2018, 15:33 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sapriyanto Refa menilai, sanksi Dewan Kehormatan Daerah Peradi terhadap Fredrich Yunadi terlalu berat.

Diketahui Dewan Kehormatan Daerah Peradi memutuskan, menonaktifkan Fredrich dari keanggotaan Peradi. Meski, putusan itu belum final.

"Menurut saya keputusan sementara itu terlalu berat. Masak sampai menonaktifkan," ujar Refa kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (6/2/2018).

Menurut Refa, perkara menelantarkan klien seperti yang diduga melibatkan Fredrich tidak selaiknya mendapat sanksi hingga dinonaktifkan dari keanggotaan Peradi.

"Apalagi ini bukan perkara menghalang-halangi penyidikan KPK loh ya," lanjut dia.

Kuasa hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, saat ditemui di kantor Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Slipi, Jakarta Barat, (Kamis 18/1/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Kuasa hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, saat ditemui di kantor Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Slipi, Jakarta Barat, (Kamis 18/1/2018).

 

Meski demikian, Refa tetap menghormati keputusan dewan kehormatan daerah Peradi tersebut. Ia pun mengingatkan bahwa keputusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap.

Di Peradi sendiri, ada dua tingkat dewan kehormatan. Dewan kehormatan daerah dan dewan kehormatan pusat.

(Baca juga: Keputusan Menonaktifkan Fredrich Yunadi dari Peradi Belum Final)

 

Anggota Peradi yang sedang dalam proses sanksi mesti melalui dua tingkat itu terlebih dahulu.

Sementara, putusan terhadap mantan kuasa hukum Setya Novanto itu saat ini masih dalam tahap dewan kehormatan daerah.

"Makanya putusan finalnya masih sangat panjang prosesnya," ujar Refa.

Terhadap keputusan sementara itu pun, lanjut Refa, Fredrich diperbolehkan untuk mengajukan keberatan. Proses pengajuan keberatan itu terhitung 21 hari setelah keputusan diketok.

Keputusan itu sendiri dikeluarkan pada Jumat (2/2/2018) lalu.

Seandainya keputusan dewan kehormatan daerah menonaktifkan Fredrich dikuatkan oleh keputusan dewan kehormatan pusat, keputusan itu masih harus diserahkan lagi ke dewan pimpinan pusat Peradi.

"Nanti yang mengeksekusi dewan pimpinan pusat. Menandatangani surat nonaktif Fredrich sebagai anggota Peradi sekaligus meminta MA untuk membatalkan berita acara sumpah pengacaranya dia," papar Refa.

(Baca juga: Telantarkan Klien, Fredrich Yunadi Diberhentikan dari Peradi)

 

Sebelumnya, Dewan Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta tertanggal 2 Februari 2018, memutuskan untuk memberhentikan keanggotaan Fredrich Yunadi.

Fredrich dinilai melanggar kode etik advokat karena telah menelantarkan kliennya.

Otto Hasibuan, Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Nasional Peradi menyampaikan, Fredrich dijatuhkan pasal penelantaran klien.

”Ada aduan dari masyarakat yang merasa Fredrich tidak melaksanakan kewajiban dengan apa yang sudah dijanjikannya,” kata Otto seperti dikutip Kompas.

Otto menegaskan, pemberhentian Fredrich dari Peradi tidak ada kaitannya dengan kasus menghalang-halangi penyidikan KPK terhadap kasus dugaan korupsi Novanto yang tengah menjeratnya.

Kompas TV Fredrich kini juga terancam diberhentikan dari keanggotaannya di peradi karena dinilai melanggar kode etik profesi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com