Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Guru Budi dan Cermin Fondasi Pendidikan yang Rapuh

Kompas.com - 06/02/2018, 14:52 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gajinya hanya Rp 400.000 sebulan, namun kini Ahmad Budi Cahyono (26), tak bisa lagi menerima hasil jerih payahnya sebagai guru kesenian di SMAN 1 Kecamatan Torjun, Sampang, Jawa Timur.

Guru muda itu kehilangan nyawa akibat penganiayaan oleh HI (17), yang tak lain adalah muridnya sendiri di SMAN 1 Torjun pada Kamis, 1 Februari 2018 lalu.

Simpati pun mengalir dari masyarakat untuk keluarga Budi, seiring dengan hujanan kecaman bagi HI yang perilakunya dianggap tidak beradab. 

Tak sedikit yang menilai kejadian itu sebagai cermin dunia pendidikan nasional yang rajin menanamkan aspek kognitif namun lupa atau abai menanamkan aspek penting lainnya dalam pendidikan, afektif dan psikomotorik.

"Saya kira kritik umum bagi dunia pendidikan kita," ujar Kepala Unit Kerja Presiden bidan Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif, Jakarta.

(Baca juga: Penganiayaan Guru oleh Siswa di Sampang, Begini Kronologinya...)

Sejak pendidikan sekolah dasar, aspek kognitif sudah dikenalkan kepada para anak didik lewat pelajaran-pelajaran yang ada. Namun perkenalan itu tak jarang berkembang lebih jauh dengan alasan daya saing.

Pada akhirnya, perkenalan itu justru dipaksakan dan para anak-anak didik dijejali dengan berbagai pengetahuan tanpa fondasi yang kuat.

Sebab, aspek afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan etika dan sikap justru tidak ditanamkan secara seimbang.

Hal berbeda diakukan di beberapa negara, Yudi mencontohkan Jepang. Di Negeri Sakura itu tutur dia, 3 tahun pertama sekolah dasar menekankan pendidikan budi pekerti.

Hal itu dilakukan agar fondasi etika sikap dan tindakan bisa kuat sebelum berbagai aspek kognitif diajarkan kepada anak didik.

Pendidikan tanpa fondasi afektif dan psikomotorik, justru akan melahirkan kekerasan.

"Kalau dasarnya tidak kuat, kita ini seperti membangun rumah di atas landasan yang rapuh," kata Yudi.

(Baca juga: Siswa Penganiaya Guru di Sampang Dikenal sebagai Pendekar)

Beberapa tahun silam, Yudi ingat betul pendidikan budi pekerti ditanamkan dan rasa saling menghormati kepada orang tua, juga guru, bisa terlihat jelas dalam masyarakat. Bahkan berkata kasar, meninggikan suara saja dianggap tidak memiliki adab.

Namun kini Yudi melihat perkembangan sikap anak-anak didik, hasil pendidikan tanpa fondasi yang kuat, sudah melompat jauh.

"Berani menempeleng, berani memukul guru. Ini adalah hasil apa yang ditanam. Kalau pendidikan hanya diajarkan kognitif, ya, hasilnya akan seperti itu, kepekaan rasa itu menjadi rendah," tutur dia.

Tentu peristiwa yang menimpa Pak Guru Budi adalah bukti bahwa pekerjaan rumah di bidang pendidikan masih menumpuk.

Kini sudah saatnya pekerjaan rumah itu dikerjakan dan diselesaikan untuk masa depan pendidikan dan generasi bangsa yang cakap secara kognitif, namun punya fondasi afektif dan psikomotorik yang kokoh.

Kompas TV Polisi telah menetapkan H-1, siswa SMA 1 Torjun sebagai tersangka penganiayaan yang berujung meninggalnya guru honorer Ahmad Budi Cahyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com