Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Presiden Itu Obyek Kritik

Kompas.com - 02/02/2018, 13:00 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak setuju jika pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurut Fahri, seorang presiden bukan merupakan simbol negara yang bisa disakralkan.

"Enggak perlu dimasukkan lagi. Manusia itu bukan simbol negara. Simbol negara itu Burung Garuda (Pancasila), bendera Merah Putih. Itu yang enggak boleh dihina," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (2/2/2018).

Fahri menegaskan bahwa presiden merupakan obyek kritik sehingga tak perlu lagi KUHP mengatur pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden.

Ia menilai, jika pasal tersebut diatur dalam KUHP, jabatan presiden akan dianggap sakral dan tak bisa dikritik.

Di sisi lain, kata Fahri, pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP yang lama sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

(baca: Pernah Dibatalkan MK, Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi di RKUHP)

"Kalau manusia, presiden itu obyek kritik. Namun, kalau ada yang hina presiden, lapor saja secara pribadi," ucapnya.

"Enggak perlu (pasal penghinaan terhadap presiden). Udah enggak boleh gitu lagi jangan terlalu disakral-sakralkanlah," kata Fahri.

Berdasarkan Pasal 264 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan sarana teknologi informasi dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara.

Namun, konten yang disebarluaskan tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan apabila dilakukan untuk kepentingan umum demi kebenaran dan pembelaan diri.

(Baca juga: Jokowi Dinilai Berlindung di Balik Pasal Penghinaan Presiden)

Hal tersebut ditegaskan sebagai upaya untuk melindungi kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi.

Sementara dalam KUHP yang lama, penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden melalui teknologi informasi tidak diatur.

MK melalui putusan No 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP.

Permohonan uji materi tersebut diajukan Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis.

MK menilai, Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Kompas TV DPR sejauh ini masih terus membahas perluasan pasal yang mengatur tentang perzinahan dan kriminalisasi kelompok LGBT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com