RESHUFFLE jilid ketiga Kabinet Kerja telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada hari Rabu (17/1/2018) di Istana Negara.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo melantik Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham sebagai Menteri Sosial, menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mengundurkan diri karena hendak berkontestasi sebagai calon Gubernur Jawa Timur.
Mengikuti jejak kolega separtai Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian, Idrus tidak melepaskan jabatan partai. Dalam struktur kepengurusan baru, jabatan yang diemban Idrus Marham adalah Koordinator Bidang Hubungan Eksekutif-Legislatif.
Sebuah format yang ‘sempurna’ dalam pencapaian kekuasaan, ketum dan sekjen menjadi menteri di puncak kuasa. Fakta bahwa "poligami" jabatan telah terjadi. Pola poligami jabatan ini bisa dibilang bentuknya vertikal, adanya penetrasi dari jabatan partai kepada kewenangan politik.
Baca juga : Meski Jabat Mensos, Idrus Marham Masih Jadi Pengurus DPP Golkar
Situasi sebaliknya terjadi di Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai ketua umum diberhentikan dari posisinya.
Penyebabnya, sejumlah pengurus Partai Hanura yang digawangi oleh Sekretaris Jenderal Sarifuddin Suding mengadakan rapat pada hari Senin (15/1/2018) dengan agenda pemberhentian OSO dari jabatannya atas dasar permintaan dari 27 DPD dan lebih dari 400 DPC yang menyampaikan mosi tidak percaya.
Sebuah format yang ‘tidak sempurna’ dalam pencapaian kekuasaan, ketum dan sekjen berkonflik di puncak kuasa (Hanura Partai Koalisi Pemerintah - Red).
Baca juga : Pengurus Hanura Ajukan Mosi Tak Percaya, Oesman Sapta Diberhentikan
Seperti biasa, OSO merespons dengan meledak-ledak. Karena bagi OSO, jika situasi ini dibiarkan terus menerus dipastikan akan merusak torehan hattrick politiknya sejauh ini.
Hattrick, hat-trick atau hat trick adalah istilah dalam olahraga yang mengacu pada tiga kali keberhasilan dalam suatu hal sebanyak tiga kali percobaan. Dalam sepak bola, hattrick berarti keberhasilan seorang pemain sepak bola dalam mencetak gol sebanyak tiga kali dalam satu pertandingan.
Dalam kasus OSO, dirinya mencetak hattrick selama ini sebagai Ketua Umum Partai Hanura, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).
Pencopotannya sebagai ketua umum Hanura, bisa dipandang sebagai dampak awal dari bencana perilaku ‘Poligami Jabatan’ yang telah dilakukan. Pola poligami jabatan ini bentuknya horizontal yakni rangkap jabatan yang dilakukan pada posisi setara dalam institusi politik. Ketua DPD RI, Wakil Ketua MPR RI, dan Ketua Umum Hanura.
Kabar terbaru, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berencana mengusulkan dua perwira tinggi Polri menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat dan penjabat Gubernur Sumatera Utara pada Pilkada 2018. Dua perwira tinggi itu adalah Asisten Operasi (Asops) Kapolri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin.
Dua nama ini merupakan usulan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian atas permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Mendagri menuturkan Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan usulan itu lantaran penunjukan perwira TNI dan Polri dikarenakan alasan keamanan rawan konflik selama pelaksanaan Pilkada.
Baca juga : Dua Petinggi Polri Diusulkan Jadi Penjabat Gubernur Jabar dan Sumut
Atas dasar situasi tersebut, Wakil Kapolri Komjen Pol Syafruddin mengatakan umumnya pelaksana tugas atau penjabat gubernur akan memiliki jabatan rangkap. Begitu pula dengan Perwira Polri yang ditunjuk menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara nanti.
Pola poligami jabatan ini bentuknya cross sectional atau diagonal, yakni rangkap jabatan yang dilakukan melampaui garis struktural dan hierarkis.
Baca juga : Perwira Polri yang Ditunjuk Jadi Penjabat Gubernur Akan Rangkap Jabatan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring mendefinisikan poligami adalah sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Wikipedia mendefinisikan poligami sebagai sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan).
Awamnya istilah poligami banyak kita dengar terkait status pernikahan, adapun dalam politik lebih cenderung penggunaan kata ‘rangkap jabatan’. Penulis menggunakan kata ‘poligami jabatan’ dalam perspektif komunikasi politik, bukan bermaksud mengambil pembahasan dan kesimpulan dalam sisi agama, namun mencoba meneropong jaringan komunikasi politik yang berkembang dalam miniatur konsep poligami.
Demikian juga dalam tulisan ini secara simultan mendasari konsep operasionalnya sebagai peristiwa komunikasi untuk memanfaatkan sumber data analisis jaringan melalui berita media, bahan elektronik, dan literatur.