JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Banten Wahidin Halim mengakui, pihaknya kerap berhati-hati dalam mengeluarkan izin usaha. Kehati-hatian ini lah yang membuat proses perizinan jadi berlangsung lebih lama.
"Memang izin tertentu menimbulkan dampak terhadap besarnya eksplorasi, misalnya pasir laut, pembangunan pelabuhan, pertambangan, memang ini perlu ada kehati-hatian, ada risiko, ada dampak yang luas terhadap lingkungan, terhadap manusia sekitarnya," kata Wahidin kepada wartawan usai rapat dengan Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Saat membuka rapat tersebut, Jokowi mengeluhkan banyaknya kebijakan pemerintah daerah yang tidak sejalan dengan pusat.
Akibatnya, investasi yang sudah berjalan lancar di pusat menjadi terhambat saat di daerah.
Wahidin mengakui, proses perizinan di Banten membutuhkan waktu, khususnya pada sektor yang bisa berdampak pada lingkungan.
"Memang agak sedikit kita kaji lebih dalam," ucap Wahidin.
(Baca juga: Banjir Parah di Aceh, Walhi Minta Pemerintah Evaluasi Izin Usaha Perkebunan hingga Tambang)
Namun, bagi izin usaha yang tidak berdampak luas, ia memastikan proses perizinan bisa berlangsung lebih cepat.
"14 hari sudah selesai," kata dia.
Wahidin juga mengakui saat ini wilayahnya belum membentuk satuan tugas sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan presiden nomor 91 Tahun 2018.
Namun ia memastikan pemprov Banten akan segera melakukan pembentukan satgas.
"Kita akan berusaha, satgas juga buat apa, tanpa satgas kita sudah berusaha mempercepat," kata Wahidin.
"Satgas kan kelembagaan, kita sudah siapkan susunannya, tinggal tanda tangan, tapi kan bukan soal satgasnya, tapi efektif enggak satgas itu," tambahnya.
Saat membuka rapat, Jokowi mengingatkan agar para gubernur dan Ketua DPRD tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri. Setiap kebijakan yang dibuat harus selaras dengan kebijakan pemerintah pusat.
Jokowi mengaku sudah mendapatkan keluhan dari para investor. Para investor merasakan pengalaman yang berbeda saat mengurus perizinan di tingkat pusat dan daerah.
"Dari sisi regulasi begitu mereka ngurus di pusat dan dilanjutkan ke daerah itu seperti masuk ke wilayah yang lain. Kenapa enggak bisa segaris? Mestinya kan sama. Kita kan dalam bingkai NKRI. Kok mendadak kayak masuk ke negara lain," kata dia.