JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Jambi Zumi Zola mengaku dirinya tidak mengetahui soal adanya tersangka baru dalam kasus suap terkait dugaan suap dana APBD Provinsi Jambi.
Hal tersebut disampaikan Zumi setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (22/1/2018).
Pada pemeriksaannya kurang lebih tujuh jam di KPK, dia mengaku penyidik tidak menyinggung soal adanya tersangka baru dalam pengembangan kasus ini.
"Enggak juga, tadi enggak ada. Sama kayak kemarin lah cuman pendalaman," kata Zumi.
KPK sebelumnya memanggil Zumi untuk diperiksa terkait penyelidikan baru dalam kasus ini untuk tersangka lainnya.
"Saya datang memenuhi panggilan KPK, tadi sudah ditanya dan sudah dijawab semua ya. Untuk detailnya bisa ditanya ke penyidik," ujar Zumi.
Zumi hanya membenarkan penyidik menanyakan soal masalah pengesahan APBD Jambi.
Namun, dia tidak menjelaskan panjang lebar soal ini. "Ada juga tadi ditanyakan, sama seperti yang saya sampaikan kemarin," ujar Zumi.
(Baca juga: Zumi Zola: Saya Tak Tahu-Menahu Uang Ketok R-APBD 2018 Jambi)
Kasus suap yang terjadi di Jambi terjadi antara eksekutif dan legislatif.
Pihak eksekutif selaku yang diduga sebagai pemberi suap dalam kasus ini adalah Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Asisten Daerah III Provinsi Jambi Saipudin, dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Arfan.
Sementara satu tersangka penerima suap adalah Supriono selaku anggota DPRD Jambi.
Uang Rp 4,7 miliar yang ditemukan KPK dalam operasi tangkap tangan diduga terkait pembahasan R-APBD Provinsi Jambi 2018.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, uang diberikan agar anggota DPRD bersedia menghadiri rapat pembahasan R-APBD.
Menurut KPK, pihak eksekutif berkepentingan agar anggaran yang diajukan Pemprov Jambi disetujui DPRD Jambi. Menurut KPK, uang suap disiapkan untuk semua fraksi di DPRD Jambi.
Sebelumnya, diduga sejumlah anggota DPRD berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan R-APBD karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov Jambi.
Adapun jaminan yang dimaksud adalah uang suap atau yang sering disebut sebagai "uang ketok".