JAKARTA, KOMPAS.com - Polri mengaku kehilangan jejak mantan Presiden Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratmo. Ia merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT TPPI.
Saat ini, diketahui Honggo tengah berada di luar negeri. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menduga Honggo meninggalkan Indonesia menggunakan paspor atas nama orang lain.
"Bisa, bisa (gunakan paspor lain). Djoko Tjandra (terpidana kasus BLBI) itu gunakan paspor lain," ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Setyo membantah pihaknya kecolongan karena Honggo terlanjur melarikan diri saat proses hukumnya tengah berjalan. Saat ini, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa berkas perkara kasus tersebut sudah lengkap.
Penyidik tinggal melimpahkan barang bukti dan tersangka untuk dibawa ke persidangan. Namun, proses itu terhambat karena ketidakhadiran Honggo.
"Kami tidak kecolongan, kami tahu dia ada di Singapura informasinya. Kita cek saja ke Imigrasi, dia gunakan paspor nomor berapa. Kita track saja," kata Setyo.
(Baca juga: Kejaksaan Tagih Tersangka Kasus Kondensat, Polisi Baru Akan Sebar DPO)
Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan bahwa Honggo tidak ditemukan di Singapura. Kemungkinan Honggo berada di negara lain.
Sejak 2017, Polri telah mengajukan red notice terhadap Honggo, namun belum membuahkan hasil. Rencananya Polri akan menerbitkan daftar pencarian orang atas nama Honggo pada Senin (22/1/2018) mendatang.
Dalam kasus ini, polisi memisahkan berkas perkara menjadi dua. Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono. Sementara berkas kedua untuk tersangka mantan Presiden Direktur PT TPPI Honggo Wendratmo.
(Baca juga: Singapura Nyatakan Tersangka Kasus Korupsi Kondensat Tak Ada di Wilayahnya)
Pengusutan perkara dugaan korupsi lewat penjualan kondensat sudah dilakukan Bareskrim Polri sejak 2015. Korupsi itu melibatkan SKK Migas (dulu bernama BP Migas), PT TPPI dan Kementerian ESDM. Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana.
Pertama, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. TPPI justru menjualnya ke perusahaan lain.
Penyidik juga menemukan bahwa meski kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Komitmen awal kontrak kerja mereka adalah memproduksi bahan bakar untuk dijual Pertamina. Namun, PT TPPI mengolahnya menjadi LPG.
Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.