JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengimbau calon kepala daerah maupun para pendukungnya tidak melakukan kampanye ataupun menyebarkan ujaran bernada kebencian terhadap kelompok tertentu.
Apalagi, sampai menyinggung suku, agama dan ras kelompok tertentu demi menjatuhkan lawan politik.
"Segala bentuk politisasi identitas yang menggunakan pemelintiran kebencian yang berujung upaya diskriminasi SARA atau menyerang lawan politik, itu sesuatu yang tidak sehat untuk kehidupan demokrasi," ujar Al Araf di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2018).
Al Araf khawatir upaya politisasi identitas dengan diskriminasi SARA hingga propaganda negatif soal komunis masih akan mewarnai Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Padahal, kata dia, menebarkan kebencian demi kemenangan politik akan berbahaya bagi situasi keamanan di Indonesia.
(Baca juga: Lakukan Ujaran Kebencian, Bisakah Peserta Pemilu Didiskualifikasi?)
Dia mencontohkan negara-negara yang pertarungan politiknya diwarnai kampanye hitam dan ujaran kebencian, salah satunya Yugoslavia. Pesta demokrasi itu berujung konflik dan kekerasan hingga negara itu terpecah belah.
"Kami ingin tekankan pentingnya membangun proses pilkada yang damai. Karena pilkada itu harus dilakukan penuh kebahagiaan bukan ketakutan," kata Araf.
Alih-alih melakukan ujaran kebencian dan bernuansa SARA, kata Al Araf, peserta Pilkada sebaiknya mengedepankan gagasan dan program politik yang bisa membuat perubahan di masyarakat.
(Baca juga: Bawaslu Gandeng Tim Cyber Polri Tindak Ujaran Kebencian Saat Pemilu)
Dengan demikian, masyarakat lebih obyektif memilih pemimpin yamg benar-benar dibutuhkan untuk membangun daerahnya, bukan dengan menjatuhkan lawan politik.
Jika hal-hal tersebut masih terjadi, Araf meminta ketegasan aparat penegak hukum untuk menindaknya.
"Aparat penegak hukum diminta bertindak proporsional, perlu melakukan tindakan tegas dengan tetap menghormati HAM dan aspek penegakan preventif," kata Al Araf.