JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi mengakui adanya upaya untuk meloloskan anggaran yang "dibintangi" oleh Direktorat Jenderal Keuangan.
Anggaran itu terkait pengadaan drone untuk Bakamla RI pada APBN-P 2017.
Hal itu dikatakan Eko saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Eko bersaksi untuk terdakwa Nofel Hasan, selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla.
"Yang drone, Hardy Stefanus pernah mengatakan, katanya drone mau dibuka. Saya bilang, 'Gila kamu, kurang dua minggu masa mau dibuka?" kata Eko kepada jaksa.
Baca juga: Kepala Bakamla Perintahkan Anak Buah Terima Suap Supaya Tak Minta-minta
Menurut Eko, Hardy Stefanus adalah perwakilan dari PT Merial Esa. Perusahaan tersebut merupakan pemenang lelang untuk pengadaan drone.
Eko mengatakan, saat itu Bakamla mengajukan anggaran untuk tiga items pengadaan yaitu satelit monitoring, backbone, dan drone.
Namun, anggaran pengadaan drone senilai Rp 500 miliar dibintangi, sehingga pengadaan akan dibatalkan.
Eko mengaku terkejut ketika Hardy dari PT Merial Esa mengatakan bisa meloloskan anggaran yang dibintangi.
Baca juga: Mantan Sestama Pastikan Terima Suap karena Perintah Kepala Bakamla
Dalam persidangan sebelumnya, anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi diduga menerima suap 900.000 dollar AS. Fayakhun diduga ikut mengatur pembahasan anggaran Bakamla di Komisi I DPR.
Dalam kasus ini, Eko sudah divonis 4 tahun 3 bulan penjara. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eko terbukti menerima suap dari rekanan dalam proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.