Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Mahar Politik, Bawaslu Minta La Nyalla Datang untuk Diperiksa

Kompas.com - 17/01/2018, 06:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti untuk datang supaya pemeriksaan awal terkait mahar politik bisa dilakukan.

"Kami memutuskan mengundang kembali besok. Harapan kami kalau memang yang bersangkutan melihat dan mengalami sampaikan ke Bawaslu agar tidak menjadi isu yang lain," ujar Ketua Bawaslu RI Abhan di Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa (16/1/2018), sebagaimana dikutip dari Antaranews.com.

Dari pemeriksaan awal orang yang pertama kali memberikan informasi itu, kata Abhan, Bawaslu akan bisa mengkaji ulang.

Terkait undangan kepada Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Bawaslu akan melihat dulu hasil klarifikasi dari orang pertama yang menyampaikan tentang mahar politik.

(Baca juga: Tanggapi Tudingan La Nyalla, Kalla Sebut Prabowo Tak Pernah Minta Mahar Politik)

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) Abhan di kantor usai menerima audiensi dari Kapolri Tito Karnavian, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan Menkominfo Rudiantara, Jakarta, Selasa (9/1/2018).KOMPAS.com/ESTU SURYOWATI Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) Abhan di kantor usai menerima audiensi dari Kapolri Tito Karnavian, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan Menkominfo Rudiantara, Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Ia menegaskan mahar politik dilarang berdasarkan UU Pilkada dan parpol dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun selama proses pencalonan gubernur, bupati dan walikota.

"Ada sanksi pidana dan administrasi. Pidana penjara maksimal sampai 72 bulan pidana dikenakan pada pemberi dan penerima," tutur Abhan.

Selanjutnya sanksi administrasi, calon yang diusung terbukti pidana dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap adanya mahar politik akan didiskualifikasi.

Terkait calon yang mengeluarkan uang sendiri dikhawatirkan terjadinya politik transaksional dan pasangan calon dilarang memberikan uang atau materi lainnya untuk menarik dan mempengaruhi warga.

(Baca juga: Bawaslu Jatim Akan Undang Lagi La Nyalla untuk Klarifikasi soal Mahar Politik)

Bawaslu pun mengingatkan masyarakat pemberi dan penerima uang akan mendapatkan hukuman.

"Ini peringatan untuk masyarakat tidak menerima uang politik dan pasangan calon tidak melakukan," ucap Abhan.

Politik transaksional merupakan kejahatan luar biasa yang efeknya besar, yakni persoalan korupsi diawali karena politik transaksional.

Kompas TV Jerat Mahar Politik di Pilkada Serentak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com