JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Saiful Mujani Research and Consulting Djayadi Hanan menilai Komisi Pemilihan Umum harus segera melaksanakan verifikasi faktual terhadap seluruh partai politik yang mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu 2019 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Keputusan MK soal verifikasi faktual itu memang sudah tepat dan dapat berdampak positif terhadap sistem kepartaian di Indonesia," kata Djayadi saat dihubungi, Senin (15/1/2018).
MK sebelumnya mengabulkan uji materi dalam Pasal 173 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Semula, KPU hanya berkewajiban melakukan verifikasi faktual terhadap parpol baru yang hendak mendaftarkan diri untuk pemilu 2019. Namun, dengan putusan MK ini, maka verifikasi faktual juga harus dilakukan terhadap 12 parpol yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 lalu.
Baca juga : MK Putuskan Parpol Peserta Pemilu 2014 Harus Diverifikasi Faktual
Djayadi menilai putusan MK itu tepat karena perkembangan penduduk dan administrasi pemerintahan juga sudah berbeda dengan lima tahun lalu. Selain penduduk dan pemilih bertambah, ada daerah baru seperti provinsi Kalimantan Utara.
"Perkembangan ini juga ditunjukan oleh bertambahnya dapil untuk pemilu legislatif dpr 2019," kata Djayadi.
Kedua, lanjut Djayadi, putusan MK itu dapat mendorong parpol memiliki basis keanggotaan yang riil di lapangan. Selama ini kebanyakan parpol adalah parpol lima tahunan, yang hanya hadir di masyarakat setiap ada pemilu.
"Dengan verifikasi faktual akan mendorong partai untuk benar benar memiliki anggota, bukan sekedar pengurus, seperti yg terjadi selama ini," kata dia.
Baca juga : KPU: Tambahan Anggaran Verifikasi Faktual 12 Parpol Mencapai Rp 66 Miliar
Ketiga, dalam jangka panjang, aturan itu dapat makin mendekatkan parpol dengan masyarakat. Dampaknya, hubungan psikologis masyarakat kepada parpol dapat mengalami peningkatan sehingga potensial meningkatkan tingkat rasa kedekatan masyarakat dengan partai.
"Diharapkan lambat laun dapat terbangun ideologi dalam sistem kepartaian Indonesia yg saat ini sangat cair," kata dia.
Sementara sebelumnya, sejumlah anggota Komisi II DPR menilai putusan MK tak berlaku surut dan tak ditindaklanjuti tahun ini.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Henry Yosodiningrat menilai, putusan MK tidak bisa diterapkan pada Pemilu 2019 karena putusan tersebut keluar setelah KPU melaksanakan tahap verikfikasi terhadap partai-partai baru.
Dengan demikian,kata dia, 12 partai politik peserta Pemilu 2014 tidak perlu mengikuti tahap verifikasi faktual pada Pemilu 2019.
Baca juga : Komisi II Nilai Putusan MK soal Verifikasi Faktual Tak Rasional
"Saya berpendapat, putusan ini tidak berlaku surut, maka parpol yang lolos di (Pemilu) 2014 tidak perlu diverifikasi lagi. Tapi parpol baru yang harus diverifikasi," ujar Henry dalam rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri di ruang rapat fraksi, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Henry menilai, jika verifikasi faktual dilakukan terhadap seluruh parpol, termasuk 12 parpol peserta Pemilu 2014, tetap diterapkan maka hal itu berpotensi mengganggu tahapan pelaksanaan Pemilu 2019. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) Amirul Tamim juga mengusulkan putusan MK soal verifikasi faktual sebaiknya baru diterapkan pada Pemilu 2024.
"Saya setuju kalau putusan MK tidak berlaku untuk Pemilu 2019, itu untuk pemilu berikutnya," ujar Amirul.