JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) memprediksi persoalan yang ditemui dalam Pilkada serentak periode sebelumnya akan terulang dalam Pilkada 2018.
Ada sejumlah masalah yang diduga masih membayangi kontestasi politik tahun ini. Mulai dari mahar politik, kampanye berbiaya tinggi, hingga politik uang.
"Demokrasi memang pasang surut, tapi persoalannya konstan. Ada potensi pengulangan masalah yang terjadi sebelumnya," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di sekretariat ICW, Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Masalah pertama yakni, jual beli pencalonan antara kandidat dengan partai politik.
Donal mengatakan, partai manapun tidak akan ada yang mengakui bahwa mahar politik itu ada. Tetapi, bakal calon kepala daerah harus memberi sejumlah uang agar dipinang oleh partai tertentu.
(Baca juga: Jelang Pilkada Serentak, KPK-Polri Akan Bentuk Satgas Money Politic)
Nilainya juga tidak sedikit, bisa mencapai Rp 20 miliar. Apalagi, negara telah memberi subsidi kepada masing-masing calon kepala daerah.
"Dengan subsidi negara pada kandidat, terjadi pergeseran. Partai merasa bisa menarik uang besar karena toh sudah disubsidi negara," kata Donal.
Kedua, munculnya nama bermasalah hukum, pernah tersangkut kasus hukum, dan bagian dari dinasti politik.
Ketiga, calon tunggal yang jumlahnya semakin besar di tahun 2018.
Tahun ini, ada 19 daerah yang memiliki calon tunggal. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan Pilkada serentak 2015 dan 2017.
Selain itu, potensi kampanye berbiaya tinggi akibat dinaikkannya batasan sumbangan dana kampanye.
(Baca juga: Fenomena Calon Tunggal di Pilkada Serentak 2018 Diprediksi Meningkat)
Politik uang memang dilarang, namun setiap calon diperbolehkan memberikan barang kepada pemilih dengan harga maksimal Rp 25.000.
Selain itu, ada juga potensi pengumpulan modal ilegal untuk kampanye.
"Jual beli izin usaha, jual beli jabatan, suap proyek, dan politisasi program pemerintah untuk kampanye," kata Donal.
Politisasi birokrasi dan pejabat negara, mulai dari birokrat, guru, hingga aparat TNI dan Polri juga diperkirakan akan muncul kembali.
Selebihnya, politik uang, manipulasi laporan dana kampanye, suap kepada penyelenggara pemilu, dan korupsi untuk mengumpulkan modal juga diperkirakan masih menjadi permasalahan yang mewarnai Pilkada 2018.
"Contohnya, praktik korupsi incumbent cari sumber pendanaan dari kewenangan yang mereka miliki. Demokrasi yang brkembang secara prosedural belum dikuatkan dengan demokrasi substansial," kata Donal.