JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memerintahkan jajaran reserse di bawahnya untuk sementara tidak mengusut perkara terkait calon kepala daerah yang akan mengikuti Pilkada serentak.
Ia tidak ingin persoalan hukum dijadikan senjata pihak tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya. Namun, operasi tangkap tangan menjadi pengecualian.
"Walaupun dia sudah ditetapkan sebagai calon, kena OTT tidak apa-apa," ujar Tito di ruang rapat utama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Tito mengatakan, justru OTT tidak bisa dikesampingkan dalam kondisi apapun karena sifatnya yang aksidental. Apalagi jika calon kepala daerah tersebut menggunakan kekuasaan untuk menyuap pihak penyelenggara atau pengawas.
"Karena itu merusak demokrasi," kata Tito.
Baca juga : Kapolri Minta Tunda Proses Hukum Terhadap Calon yang Ditetapkan KPU
Tito mengatakan, mengesampingkan pengususutan perkara terhadap calon kepala daerah dilakukan agar suasana tidak gaduh. Para pasangam calon berlba-lomba mendapatkan dukungan publik dengan membuat program kerja dan kegiatan yang menarik.
Namun, bisa saja pasangam calon tersebut kehilangan popularitas karena diperiksa sebagai saksi dalam kasus hukum, misalnya.
"Kalau proses hukumnya sudah pasti, fine. Tapi kalau seandainya proses hukumnya tidak pasti dan belum tentu salah, kita harus kedepankan asas praduga tak bersalah," kata Tito.
Baca juga : Bawaslu: Kapolri Komitmen Nonjob-kan Anggotanya yang Nyalon Pilkada
Dengan adanya proses hukum itu, maka publik akan mencap calon tersebut bersalah. Padahal, belum tentu terbukti. Oleh karena itu, Tito juga mengajak penegak hukum lain untuk menghormati proses demokrasi. Proses hukum itu ditunda hingga rangkaian proses Pilkada selesai.
"Saya berpendapat memang hukum adalah supremasi, tapi demokrasi ini juga kita harus hormati," kata Tito.
"Selesai pilkada, terpilih atau tidak, proses sebagai saksi atau tersangka bisa dilanjutkan untuk menghindari kemungkinan adanya pemanfaatan aparat penegak hukum untuk dipolitisasi," lanjut dia.