JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Akbar Faisal mengatakan, peralatan yang dimiliki Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sangat menunjang pencarian pelaku kriminal di media sosial.
Akbar sebagai korban fitnah dan pencemaran nama baik lewat dunia maya itu mengakui kehebatan polisi dalam menangani perkara tersebut.
Menurut dia, pelaku kejahatan siber tidak ada yang bisa melarikan diri dari polisi karena peralatannya yang canggih.
"Maka saya sampaikan pada kita semua, kepada yang suka, hobi, atau menjadikan pekerjaan memfitnah, berhentilah," ujar Akbar di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Akbar mengatakan, tim Siber Bareskrim Polri menjelaskan kecanggihan alat terbaru yang mereka miliki.
(Baca juga: Portal Berita yang Fitnah Akbar Faisal Tak Terdaftar di Dewan Pers)
Peralatan tersebut mampu mencari akun yang sudah nonaktif dan konten-konten yang sudah dihapus. Dengan demikian, pelakunya masih bisa dikejar.
"Saya juga hari ini baru tahu ternyata alat teknologi dan SDM Polri ternyata canggih," kata Akbar.
Akbar mencontohkan dirinya yang menjadi korban fitnah melalui dunia maya. Ada sejumlah portal berita yang memberitakan hal yang buruk dan tidak benar.
Hingga saat ini, baru dua pelaku yang ditangkap, yakni admin sekaligus Pemimpin Redaksi Publik News, Hurry Rauf, serta pemilik dan admin portal berita Suara News, Fajar Agustanto.
(Baca juga: Polisi Kembali Tangkap Penyebar Fitnah terhadap Akbar Faizal)
Para pelaku mengunggah berita yang diambil dari beberapa konten di media sosial. Kemudian tulisan itu digabungkan dan ditambahkan tulisan sendiri.
"Saya beri apresiasi pada Bareskrim Polri, dalam hal ini Cyber, yang begitu getol menyelesaikannya," kata Akbar.
Meski memaafkan pelaku, Akbar meminta proses hukum tetap berjalan. Dengan demikian, ada efek jerat terhadap pelaku sehingga tidak terulang lagi ke depan.
Berita-berita tersebut menyebutkan bahwa Akbar Faisal memiliki uang simpanan di Singapura kurang lebih sebesar 25 juta dollar AS hasil dari Korupsi APBN, memiliki wanita simpanan di Bandung yang memiliki vila mewah di Dago Pakar, menikmati duit haram dari proyek e-KTP, dan memiliki rumah mewah di Makasar yang penuh emas.
Para pelaku dijerat Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 310/ 311 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.