Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Miftah Sabri
CEO Selasar Indonesia

CEO Selasar Indonesia

Urgensi Platform Politik Baru

Kompas.com - 10/01/2018, 08:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Kini sudah 20 tahun berlalu dari era transisi menuju demokrasi. Masih banyak pekerjaan rumah yang tersisa. Koruptor masih berkeliaran. KPK samakin hari semakin banyak saja melakukan penangkapan dan penersangkaan. Partai-partai kembali berkibar, bahkan sangat dominan. Bobrok-bobrok baru demokrasi muncul.

Oligarki-oligarki yang kurang konstruktif berkeliaran. Mereka mengkavling-kavling Ibu Pertiwi. Sarang-sarang koruptor terus bertambah. Sementara globalisasi terus bergulir.

Negara lain melesat dengan berbagai macam terobosan. Berbagai ide bisnis baru mendadak menjadi gigantis bisnis baru. Di saat negara kita terlena dengan isu demokratisasi, good governance, justru era disrupsi teknologi datang. Generasi baru muncul dan tumbuh.

Generasi Y dan Z semakin dewasa. Populasinya terus bertambah. Kini tercatat generasi Y sudah ada di angka 86 juta. Jika ditambah dengan generasi Z, maka jumlahnya lebih dari setengah populasi nasional.

Mereka tidak terlalu terikat secara historis dengan masa lalu dan cerita-cerita perjuangan beraroma konflik di masa lalu. Mereka dibesarkan di era teknologi baru, yakni era revolusi industri 4.0.

Internet dan ponsel menjadi penyuluknya. Generasi baru lahir dengan gaya hidup dan kebiasaan yang berbeda dengan pendahulunya. Media sosial menjadi dunia baru yang utama. Orientasi ke masa lalu berkurang, berganti dengan orientasi ke masa depan.

Namun agak disayangkan, pemerintahan Jokowi terbilang gagal menghadirkan platform politik penerus platform politik yang lama. Prioritas infrastruktur bukanlah platform politik, tetapi sebuah keharusan yang biasa.

Era developmetalisme Soeharto melakukan hal yang sama. Semua rezim melakukan pembangunan infrastruktur, walau dalam porsi fiskal yang berbeda-beda. Sementara porsi penduduk terus didominasi anak muda. Dan, bonus demografi sudah mendekat.

Tidak perlu menjual infrastruktur sebagai platform politik karena itu adalah sebuah keharusan dan something usual. Inovasilah yang menjadi platform politik sebagai platform pengganti. Era disrupsi harus diadaptasi. Generasi muda harus direpresentasikan. Mereka harus masuk ke dalam gerak langkah rezim dan menjadi bagian dari roh rezim.

Perkembangan zaman dan pergerakan globalisasi membutuhkan inovasi-inovasi. Tak bisa tidak, inovasi adalah kata kunci untuk generasi kekinian. Mereka butuh segala sesuatu yang inovatif, mulai dari institusi politik sampai pada institusi ekonomi. Pembaruan-pembaruan harus terus dilakukan di semua level dan semua bidang.

Inovasi politik dan politik inovasi harus menjadi pengedepanan. Jokowi belum maksimum memperlihatkan itu. Regulasi-regilasi terhadap pelaku bisnis digital sangat terlambat dilahirkan. Keberpihakan pun terlihat sangat minim.

Sementara itu, preferensi masyarakat sudah berubah, pemerintah masih saja memainkan kartu yang sangat biasa. Padahal inovasi adalah penggerak zaman. Yang konvensional akan tergilas jika tak menyesuaikan diri karena ekosistem digital akan melahirkan peluang-peluang baru.

Mau tak mau Jokowi harus menyambutnya karena ekosistem digital akan berdampingan dengan ekosistem konvensional, saling terikat dan tergantung.

Oleh karena itu, Jokowi harus mampu mengadaptasinya. Kedua ekosistem ekonomi ini akan mem-boosting perekonomian nasional jika Jokowi mampu mengadaptasinya diwaktu dan kesempatan yang tepat.

Generasi muda akan terbawa ke dalam gerak langkah ekonomi. UMKM akan terdorong untuk terlibat aktif dalam aktifitas ekonomi nasional. Oleh karenaya harus diregulasi sedemikian rupa. Tidak mengekang, tidak pula melepas begitu saja.

Namun, hal tersebut tidak bisa hanya bergaya milenial, ikut acara konser musik atau nge-vlog layaknya anak muda. Jokowi harus lebih substantif dari itu. Fokus ke infrastruktur adalah keharusan dan sesuatu yang biasa. Namun, platform politik Jokowi harus berorientasi inovasi, mulai dari institusi politik, ekonomi, sikap-sikap politik, keberpihakan fiskal, dan lain-lain.

Jokowi tidak perlu berambisi untuk menjadi bapak infrastruktur Indonesia. Berambisilah untuk menjadi presiden pertama yang berbicara tentang perubahan dan inovasi untuk mengadaptasi perkembangan zaman dan perkembangan dunia.

Saya percaya, anak muda akan selalu ada di belakang tokoh-tokoh yang melakukan itu. Boleh jadi, karena kita kehilangan platform politik Bersama setelah reformasi, langgam politik kembali ke politik identitas. Jika itu terus bergulir, maka politik Indonesia justru gagal take off alias mundur ke belakang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com