JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menduga politik uang atau money politics akan terjadi dalam kontestasi politik pilkada 2018. Dia memperkirakan, aktivitas money politics akan semakin marak sebab masa kampanye berdekatan dengan bulan Ramadhan.
"Kalau money politics tidak bisa diidentifikasi di daerah mana. Seluruh daerah berpotensi. Apalagi ini di tengah kampanye menghadapi lebaran, puasa dan sebagainya," kata Tjahjo usai berkunjung ke Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu), Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Tjahjo yakin penyelenggara pemilu telah memiliki perangkat aturan menghadapi persoalan money politics ini.
Kendati demikian, dia mengingatkan aturan yang sudah ada, tetap memerlukan koordinasi yang baik dalam implementasinya.
Baca juga : Jokowi: Kampanye Hitam Harus Dihilangkan dari Demokrasi Kita!
"Membuktikan money politics memang sulit, tapi harus dilawan. Laporan dari masyarakat, laporan dari pers, itu kita harapkan," ucap Tjahjo.
Dia menambahkan, Bawaslu harus tegas menindak pelaku (pemberi dan penerima), apabila ada alat bukti yang cukup terkait aktivitas money politics tersebut.
Embrio korupsi
Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan menilai, politik uang merupakan kejahatan yang luar biasa besar dalam demokrasi.
"Dan ini adalah embrio persoalan korupsi. Jadi menurut saya bukan hanya beban dan tanggung jawab penyelenggara, tapi seluruh komponen masyarakat. Publik harus menolak," kata Abhan.
Dia mengatakan, sanksi yang diberikan bukan hanya berupa pidana pemilu, melainkan sanksi administrasi berupa pembatalan calon (diskualifikasi).