JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Solidaritas Perempuan Puspa Dewi mengingatkan para perempuan di seluruh Indonesia untuk lebih kritis terhadap segala janji-janji para politik.
Hal itu ia sampaikan menyusul rawannya perempuan dijadikan alat politik untuk mendulang suara dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun ini.
"Kami tidak mau dibohongin lagi, di-PHP-in lagi. Katanya untuk melindungi tetapi nyatanya justru semakin mendiskriminasikan perempuan," ujarnya di Jakarta, Senin (8/1/2018).
Dalam gelaran Pemilu, Puspa menilai bahwa kaum perempuan kerap dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Misalnya, dengan diberikan sejumlah uang untuk memilih calon kandidat kepala daerah tertentu.
Solidaritas Perempuan menilai hal itu terjadi akibat masih rendahnya edukasi politik kepada kaum perempuan, terutama ibu-ibu.
Oleh karena itu, menjadi pekerjaan rumah bersama agar persoalan itu bisa ditanggulangi.
Meski begitu ia menilai, perempuan yang sudah memiliki edukasi politik yang cukup harus siap memahami situasi politik dan tidak boleh acuh atau tergiur janji-janji manis para calon kepala daerah.
"Perempuan harus segera berpikir cerdas, berpikir bahwa ini (Pilkada) adalah momentum ataupun peluang perempuan untuk memastikan hak-hak keadilan dan kesetaraan," kata Puspa.
Suara perempuan di Pilkada tidak bisa dianggap sebelah mata. Bila berkaca kepada Daftar Pemilih tetap (DPT) Pilkada Serentak Desember 2015 lalu, jumlah pemilih perempuan tidak terpaut jauh dari laki-laki.
Dari 295 Kabupaten atau Kota yang menggelar Pilkada 2015, total pemilih mencapai 96.165.966. Terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 48.134.104 dan pemilih perempuab sebanyak 48.031.862.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.