Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian Kasus Kondensat Capai Rp 35 Triliun, Terbesar untuk Penyelamatan Uang Negara

Kompas.com - 08/01/2018, 08:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang juga melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), menjadi sorotan publik karena nilai kerugian negaranya.

Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), negara dirugikan sebesar 2,716 miliar dollar AS. Jika dikonversi ke rupiah, nilainya sekitar Rp 35 triliun.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, nilai tersebut terbesar sepanjang sejarah penghitungan kerugian negara oleh BPK.

"Kalau berdasarkan informasi BPK, memang baru kali ini ada penyelamatan kerugian negara sebesar lebih dari Rp 32 triliun," ujar Agung Setya, Senin (8/1/2018).

Baca juga: Berkas Perkara Lengkap, Jaksa Agung Minta Polisi Upayakan Pelimpahan Buronan Kasus Kondensat

Penyidik menyita Rp 32 triliun yang diperoleh dari beberapa rekening tersangka yang diblokir. Selain itu, ada pula rekening lain yang mendapat keuntungan sekitar Rp 140 miliar.

Penyidik Bareskrim Polri juga menyita kilang minyak milik TPPI di Tuban, Jawa Timur, senilai Rp 600 miliar.

"Kerugiannya Rp 35 triliun. Itu artinya masih ada selisih yang terus harus kami kejar," kata Agung.

Agung mengakui penanganan kasus kondensat rumit. Sebab, korupsi dilakukan di area perminyakan. Umumnya, kasus yang ditangani polisi berkaitan dengan proyek dan pengadaan barang.

Pada awal penanganan perkara, kata Agung, banyak pihak yang melirik untuk menangani kasu sini.

"Ada juga yang sampai ingin menggeser pidananya menjadi perdata. Tapi kami temukan kuncinya bahwa kasus ini tidak ada kontraknya," kata dia.

Baca: Kasus Korupsi Kondensat Akan Berkembang ke Dugaan Pencucian Uang

Kejaksaan menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi kondensat ini telah lengkap dan tinggal menunggu pelimpahan dari penyidik.

Polisi memisahkan berkas perkara menjadi dua. Berkas pertama terdiri dari dua tersangka, yaitu mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono; dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono.

Sementara, berkas kedua untuk tersangka mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratmo.

Pengusutan perkara dugaan korupsi melalui penjualan kondensat sudah dilakukan Bareskrim Polri sejak 2015. Korupsi itu melibatkan SKK Migas (dulu bernama BP Migas), PT TPPI, dan Kementerian ESDM. Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana.

Baca juga: Berkas Perkara Kasus Korupsi Kondensat TPPI Dinyatakan Lengkap

Pertama, yakni penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. TPPI justru menjualnya ke perusahaan lain.

Penyidik juga menemukan bahwa meski kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani pada Maret 2009, tetapi PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.

Komitmen awal kontrak kerja mereka adalah memproduksi bahan bakar untuk dijual Pertamina. Namun, PT TPPI mengolahnya menjadi LPG.

Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.

Kompas TV Menyelesaikan 2 kasus besar tahun ini, jadi pekerjaan rumah bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com