JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengkhawatirkan batas pemberian Surat Keterangan Pemberhentian PNS TNI yang bisa diberikan 60 hari setelah ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada), dapat mengganggu netralitas.
Batas pemberian SK Pemberhentian 60 hari tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018.
"Memang ketika mau mendaftar, mereka harus mengajukan surat pengunduran diri. Tetapi kan berita surat (SK) dari pejabat yang berwenang itu paling lambat (diberikan) 60 hari setelah penetapan," katanya di Jakarta, Jumat (29/12/2017).
Baca juga : Kapolri: Lebih Gentle jika Polisi yang Berpolitik Mengundurkan Diri
"(Batasnya) Sampai April (jika penetapan Februari). Jadi, dari bulan Februari, Maret, April, itu dia punya pengaruh yang luar biasa," kata dia lagi.
Fritz menyampaikan, memang tidak ada larangan bagi anggota TNI-Polri untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, jika menyatakan kesediaan mengundurkan diri.
"Tetapi ketika penetapan pemberhentian lama keluarnya, dia punya pengaruh yang masih besar untuk mengelola yang dia punya. Dan itu tidak seimbang dengan yang lain," terang Fritz.
Baca juga : Jenderal TNI-Polri Ikut Pilkada, Bawaslu Imbau Tak Ada yang Curi Start
Saat ini, Bawaslu tengah mempersiapkan rancangan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) terkait pencalonan anggota TNI-Polri dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Bawaslu perlu berdiskusi dengan pemangku kepentingan terkait guna menyelesaikan regulasi ini, namun masih terkendala waktu.
"Sudah kami kirim surat. Tetapi Panglima TNI sedang sibuk," kata Fritz.