JAKARTA, KOMPAS.com - Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPAT) menilai penindakan terhadap pelaku eksploitasi seksual anak di destinasi wisata masih belum tegas dan maksimal.
Koordinator ECPAT, Ahmad Sofyan sempat menyinggung sejumlah laporan media internasional bahwa Indonesia menjadi salah satu negara target paedofil anak.
Situasi ini menjadi dilematis, mengingat Indonesia pada saat yang bersamaan juga tengah menggenjot sektor pariwisata.
"Indonesia menjadi salah satu pilihan destinasi yang dilakukan paedofil internasional," kata Sofyan dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2017).
Baca juga : Dari 107, Hanya 9 Wisatawan Asing Pelaku Paedofil yang Diadili
Salah satu yang dianggap menjadi penyebab adalah dari sektor penegakan hukum. Sofyan menyebutkan, di beberapa negara asal para pelaku paedofil, penegakan hukum sangat ketat. Gerak gerik mereka diawasi bahkan penegak hukum mengetahui posisi lokasi mereka serta bisa mendeteksi kejahatan mereka. Di samping itu, hukuman yang diberikan pun akumulatif.
"Kalau di kita kan tidak akumulasi," tuturnya.
Indonesia sebetulnya memiliki regulasi yang memungkinkan pemberlakuan sanksi berupa pengebirian bahkan hukuman mati. Namun, pengawasan dan penyembuhan terhadap pelaku tidak tersedia.
Di samping itu, penegak hukum cenderung ragu-ragu untuk bertindak. Hal itu karena banyak yang berpikiran bahwa penindakan terhadap wisatawan akan berdampak buruk pada pariwisata setempat.
Baca juga : FBI Selamatkan 84 Anak yang Akan Dijual ke Paedofil
Pada akhirnya, mereka memilih berkoordinasi rerlebih dahulu dengan kedutaan besar terkait. Namun, hal itu memakan banyak waktu.
"Padahal menurut saya, jumlah wisatawan yang nakal jumlahnya tidak sampak saru persen. Tapi mereka merusak reputasi destinasi wisata Indonesia. Sehingga citra kita jadi buruk. Karena sedikit sekali kasus wisatawan yang melakukan kejahatan seksual dibawa ke pengadilan," tutur Sofyan.
Dalam kurun waktu 2013 hingga 2017, ECPAT mencatat hanya sembilan wisatawan yang dibawa ke pengadilan karena kasus paedofil.
Padahal, Direktorat Jenderal Imigrasi sempat menahan 107 orang WNA yang diduga paedofil dan berpotensi terlibat praktik eksploitasi seksual anak di destinasi wisata uang dituju.
"Itu yang terdeteksi Interpol dan dilaporkan. Yang tidak tercatat mungkin lebih banyak dari itu," kata dia.
Baca juga : Terjaring Pemburu Paedofil, Mahasiswa Indonesia di Inggris Dihukum
ECPAT bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebelimnya juga melakukan penelitian pada 2016-2017 di 10 destinasi wisata. 10 destinasi tersebut adalah Pulau Seribu, Jakarta Barat, Garut, Gunung Kidul, Lombok, Karang Asem, Kefamenahu, Toba Samosir, Teluk Dalam, dan Bukittinggi.
Dari 10 destinasi wisata tersebut, ECPAT menemukan adanya kasus eksploitasi seksual anak di setiap daerah, kecuali Gunung Kidul.