JAKARTA, KOMPAS.com - Pariwisata dan praktik kejahatan seksual anak bak dua sisi mata uang, termasuk juga di Indonesia.
Koordinator Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPAT) Indonesia Ahmad Sofyan menuturkan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia hingga 2017 berjumlah 9,25 juta atau meningkat 25,68 persen dari tahun sebelumnya.
Kunjungan wisatawan memberikan kontribusi besar terhadap pemasukan negara. Namun, di sisi lain, banyaknya kunjungan wisatawan ke Indonesia juga memberi banyak dampak negatif. Salah satunya adalah eksploitasi seksual anak.
"Eksploitasi seksual anak di destinasi wisata. Eksploitasi yang paling kentara adalah meningkatnya prostitusi anak," ujar Sofyan dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2017).
Ia menambahkan, usaha wisata dimanfaatkan oleh permintaan yang tinggi dari para wisatawan. Sehingga, kerap kali ditumpangi oleh penumpang gelap untuk memfasilitasi terjadinya prostitusi anak.
(Baca juga: Mensos: Pedofil Online Itu Sadis dan Jahat, Harus Dihukum Berat)
Situasi itu dinilai semakin mengkhawatirkan dengan masuknya sejumlah pedofil ke destinasi wisata Indonesia. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, hingga September 2017 telah dideportasi sebanhak 107 orang yang diduga sebagai paedofil dari berbagai bandara di Indonesia.
Atas data tersebut, Sofyan mengatakan pihaknya kemudian melakukan analisis terhadap 13 kasus WNA yang diduga pedofil tersebut. Hasilnya, 12 di antaranya memiliki tujuan ke Bali.
"Mayoritas warga Australia yang ingin berwisata ke Bali," kata Sofyan.
Di samping itu, analisis lainnya juga dilakukan terhadap maskapai penerbangan yang dimanfaatkan mereka. Hasilnya, para terduga pedofil anak tersebut memanfaatkan penerbangan murah untuk masuk ke Indonesia.
Sofyan juga menyinggung soal banyaknya laporan di berbagai media internasional bahwa Indonesia merupakan salah satu pilihan destinasi bagi para pedofil internasional.
"Karena itu kami mendorong agar pemerintah melakukan langkah-langkah yang lebih konkret. Kementerian PPPA dan Kementerian Pariwisata belum melakukan kolaborasi yang konkret bagaimana menyelamatkan destinasi wisata kita," tuturnya.
"Dan juga stakeholder pariwisata yang bersama sipil melakukan langkah pencegahan dan perlindungan," kata dia.
(Baca juga: Waspadai Pedofil, Orangtua Harus Hati-hati Unggah Foto Anak di Medsos)