JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh perhatian terhadap sistem politik di Indonesia.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, banyak potensi korupsi yang bisa terjadi dalam sistem politik tersebut.
Oleh karena itu, KPK perlu berperan untuk mengingatkan dan mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran hukum.
"Melalui program Sistem Integritas Parpol (SIP), KPK menindaklanjuti hasil kajian parpol sebagai upaya pembenahan sistem politik Indonesia," ujar Basaria dalam paparan Kinerja KPK Tahun 2017, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Apalagi, 2017 merupakan tahun politik karena digelarnya Pilkada Serentak.
Baca juga: KPK Mengeluh Programnya dalam Pencegahan Korupsi Kurang Populer
KPK intens berdiskusi dengan 12 partai politik peserta Pemilu, yakni PDI Perjuangan, Gerindra, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Hanura, Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Perindo, Golkar, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Tujuannya, untuk menagih komitmen parpol terkait implementasi rekomendasi kajian.
Basaria mengatakan, KPK mendorong peningkatan aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan parpol.
"Terlebih setelah usulan tambahan pembiayaan parpol disetujui Kementerian Keuangan," kata Basaria.
Selain itu, KPK juga menagih komitmen parpol terkair masalah utama integritas.
Baca: KPK Dorong Pencegahan Korupsi di Sektor Swasta
Dalam kajian KPK, tidak adanya standar etika partai politik dan politisi serta standar persyaratan rekrutmen kader dan politisi.
Untuk mengantisipasi adanya kecurangan maupun politik uang dalam Pilkada 2017, KPK membuat data pemetaan potensi benturan kepentingan terkait pendanaan pilkada.
Kemungkinan, cara tersebut akan kembali diterapkan pada Pilkada Serentak 2018.
"Hal ini untuk mengetahui profil, potensi benturan kepentingan serta besaran biaya, hingga potensi penyalahgunaan dana anggaran daerah di tangan kepala daerah terpilih," kata Basaria.