JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menggelar rapat koordinasi terkait munculnya penyakit difteri yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Hadir dalam rapat tersebut Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, TNI-Polri dan lembaga terkait.
Wiranto menuturkan bahwa persoalan penyakit difteri tidak hanya menyangkut aspek kesehatan, tapi juga menyangkut aspek keimigrasian dan keamanan.
"Ini bukan hanya masalah kesehatan saja ya, tapi menyangkut yang lebih luas lagi. KLB dari difteri cukup meresahkan," ujar Wiranto saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).
Baca juga : Wabah Difteri di Indonesia Tak Terjadi Mendadak
Menurut Wiranto, pihak Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk menangani persoalan difteri.
Langkah pencegahan dan penanganan tengah dilakukan untuk menghindari reaksi dari negara-negara tetangga yang melarang warga negaranya masuk wilayah Indonesia.
"Kalau kita tidak atasi akan menyangkut satu permasalahan yang lebih luas lagi. Misalnya terjadi reaksi yang cukup keras dari luar negeri adanya wabah penyakit di sini sehingga melarang warga negaranya masuk dan sebagainya," tutur Wiranto.
Selain itu, lanjut Wiranto, pemerintah juga akan memperketat pengawasan terhadap warga negara asing, terutama negara-negara yang sudah terkena dampak difteri, yakni India, Myanmar dan Banglades.
Baca juga : Kemenkes: Tidak Diimunisasi Berisiko Besar Terkena Difteri
Pemerintah akan memastikan apakah warga negara yang masuk sudah divasinasi anti difteri di negara asalnya.
"Perlu ada satu aturan bagaimana mengetatkan masuknya warga negara itu. Jangan-jangan mereka belum ada vaksinasi, sehingga nanti bisa menjadi sumber penyakit di sini. Itukan masalah imigrasi dan keamanan, berarti masalah polhukam lagi," kata Wiranto
Secara terpisah Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan akan bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri, TNI dan Polri dalam menyalurkan vaksin anti difteri serum (ADS) ke sejumlah daerah.
Baca juga : Vaksinasi Difteri dan Racun Bakteri yang Mematikan
ADS merupakan obat atau antibodi yang paling efektif pada pasien yang positif difteri. Nila memastikan ketersediaan ADS yang berasal dari Biofarma tercukupi. Namun, Kemenkes mengalami kendala dalam pendistribusiannya.
"Jadi kami meminta bantuan dan kerja sama dengan TNI, Polri, juga Kemendagri. Karena ini persoalan di daerah-daerah di mana Pemda juga harus terlibat," ujar Nila saat ditemui usai rapat koordinasi di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).
"Intinya kami tidak mungkin bekerja sendiri, jadi tadi di ratas difteri diakui sebagai kejadian luar biasa, kemudian kita harus melakukan penanggulangan dengan sebaik-baiknya," tuturnya.
Selain itu, lanjut Nila, Kemenkes juga bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyosialisasikan penanganan difteri.
Menurut Nila, Kemenkes telah melakukan upaya pencegahan melalui Outbreak Response Immunization (ORI) pada 11 Desember 2017 di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Ketiga provinsi ini dipilih karena tingginya prevalensi dan kepadatan masyarakat. Hingga saat ini tercatat ORI tengah dilakukan di 20 kabupaten/kota.
"Kemudian nanti di 70 kabupaten/kota dari berbagai provinsi. Namun provinsi lain kan sebenarnya dinas kesehatannya ada mereka sudah lakukan. Itu kita harapkan sudah bisa sekaligus. Sudah mulai dari sekarang," tutur Nila.
Hingga November 2017, terdapat 20 provinsi yang telah melaporkan adanya difteri dengan 593 kasus dan 32 kematian. Selain itu, kemunculan difteri juga tak terbatas pada musim tertentu.