JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly bersedia untuk menyegerakan proses penerbitan Surat Keputusan (SK) DPP Partai Golkar jika susunan kepengurusannya berganti.
Hal itu menyusul ditunjuknya ketua umum baru, yakni Airlangga Hartarto menggantikan Setya Novanto yang tengah menghadapi proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan bergantinya ketua umum, maka susunan kepengurusan pun bisa saja dirombak.
"Pasti lah (diterbitkan secepatnya)," kata Yasonna saat menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (18/12/2017).
Soal perombakan kepengurusan, Yasonna menyerahkannya kepada mekanisme yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.
(Baca juga : Berita Populer: Jokowi, Paspampres, dan Kisah Minions)
Ia memahami perombakan kepengurusan diperlukan sebab tahapan Pilkada Serentak 2018 sudah berjalan. Tahapan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 juga akan segera dimulai.
"Maka mau tidak mau ya untuk menyempurnakan kepengurusan terpaksa Golkar melakukannya," ucap Politisi PDI Perjuangan itu.
Rapimnas dan Munaslub digelar dalam rangka melaporkan hasil rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar yang memilih Airlangga Hartarto sebagai ketua umum menggantikan Setya Novanto.
Beberapa agenda yang direncanakan, selain memilih ketua umum baru yakni perombakan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyatakan ada peluang Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar kali ini untuk membentuk kepengurusan hingga 2022.
Dalam Pasal 32 Anggaran Dasar Partai Golkar, Ace mengatakan bahwa kewenangan munaslub sama seperti munas yang membolehkan untuk membentuk kepengurusan baru dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
"Hal itu nantinya akan diserahkan kepada pemilik suara di munaslub. Bergantung pada pemilik suara apakah menghendaki kepengurusan hingga 2019 atau 2022," kata Ace.