JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), banyak pihak yang salah dalam memahami putusan tersebut.
Menanggapi putusan itu, sejumlah postingan di media sosial menuduh MK telah melegalkan perbuatan zina dan homoseksual.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menegaskan, dalam putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, Mahkamah tidak melegalkan perbuatan seksual sejenis
"Tidak ada satu kata pun dalam amar putusan dan pertimbangan Mahkamah yang menyebut istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender), apalagi dikatakan melegalkannya," ujar Fajar melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/12/2017).
Baca juga: Mahfud MD: Yang Kurang Paham, Menuduh MK Perbolehkan Zina dan LGBT
Fajar mengatakan, dalam permohonan tersebut, pemohon meminta MK memperjelas rumusan delik kesusilaan yang diatur dalam ketiga pasal tersebut.
Namun, lima hakim berpendapat bahwa substansi permohonan dimaksud sudah menyangkut perumusan delik atau tindak pidana baru yang mengubah secara mendasar baik subjek yang dapat dipidana, perbuatan yang dapat dipidana, sifat melawan hukum perbuatan tersebut, maupun sanksi/ancaman pidananya.
"Sehingga hal itu sesungguhnya telah memasuki wilayah 'criminal policy' yang kewenangannya ada pada pembentuk undang-undang, DPR dan Presiden," kata Fajar.
Fajar menegaskan, putusan MK pada substansinya memberikan pemaknaan terhadap suatu norma undang-undang, baik memperluas atau mempersempit norma tersebut.
Baca juga: Alasan MK Tolak Permohonan Uji Materi Pasal Kesusilaan di KUHP
Meski demikian, hal itu terbatas pada undang-undang yang bukan mengubah sesuatu yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana, yang berakibat seseorang dapat dipidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang.
"Karena kami concern terhadap fenomena sosial yang dikemukakan oleh Pemohon dalam putusan itu, Mahkamah sudah menegaskan agar langkah perbaikan perlu dibawa ke pembentuk undang-undang untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang delik kesusilaan tersebut," papar Fajar.
Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh seorang pegawai negeri sipil, Euis Sunarti bersama sejumlah pihak.
Pemohon dalam gugatannya meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.
Terkait Pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki.
Baca: MK Tolak Permohonan Uji Materi Pasal Kesusilaan di KUHP