Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan MK soal Tuduhan Putusan yang Melegalkan Zina dan LGBT

Kompas.com - 18/12/2017, 20:15 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), banyak pihak yang salah dalam memahami putusan tersebut.

Menanggapi putusan itu, sejumlah postingan di media sosial menuduh MK telah melegalkan perbuatan zina dan homoseksual.

Juru Bicara MK Fajar Laksono menegaskan, dalam putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, Mahkamah tidak melegalkan perbuatan seksual sejenis

"Tidak ada satu kata pun dalam amar putusan dan pertimbangan Mahkamah yang menyebut istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender), apalagi dikatakan melegalkannya," ujar Fajar melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/12/2017).

Baca juga: Mahfud MD: Yang Kurang Paham, Menuduh MK Perbolehkan Zina dan LGBT

Fajar mengatakan, dalam permohonan tersebut, pemohon meminta MK memperjelas rumusan delik kesusilaan yang diatur dalam ketiga pasal tersebut.

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono saat memberikan keterangan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2017).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono saat memberikan keterangan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2017).
Sementara, terhadap pokok permohonan, seluruh hakim konstitusi mempunyai perhatian yang sama terhadap fenomena yang dipaparkan Pemohon.

Namun, lima hakim berpendapat bahwa substansi permohonan dimaksud sudah menyangkut perumusan delik atau tindak pidana baru yang mengubah secara mendasar baik subjek yang dapat dipidana, perbuatan yang dapat dipidana, sifat melawan hukum perbuatan tersebut, maupun sanksi/ancaman pidananya.

"Sehingga hal itu sesungguhnya telah memasuki wilayah 'criminal policy' yang kewenangannya ada pada pembentuk undang-undang, DPR dan Presiden," kata Fajar.

Fajar menegaskan, putusan MK pada substansinya memberikan pemaknaan terhadap suatu norma undang-undang, baik memperluas atau mempersempit norma tersebut.

Baca juga: Alasan MK Tolak Permohonan Uji Materi Pasal Kesusilaan di KUHP

Meski demikian, hal itu terbatas pada undang-undang yang bukan mengubah sesuatu yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana, yang berakibat seseorang dapat dipidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang.

"Karena kami concern terhadap fenomena sosial yang dikemukakan oleh Pemohon dalam putusan itu, Mahkamah sudah menegaskan agar langkah perbaikan perlu dibawa ke pembentuk undang-undang untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang delik kesusilaan tersebut," papar Fajar.

Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh seorang pegawai negeri sipil, Euis Sunarti bersama sejumlah pihak.

Pemohon dalam gugatannya meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.

Terkait Pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki.

Baca: MK Tolak Permohonan Uji Materi Pasal Kesusilaan di KUHP

Halaman:


Terkini Lainnya

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com