Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/12/2017, 18:39 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim menyoroti adanya 'lubang' di dalam sektor pertahanan udara Indonesia.

Dari segi dasar peraturan, Chappy berpendapat, Indonesia belum memiliki pondasi yang cukup untuk memayungi pertahanan udara.

"Apa buktinya? Wilayah udara negara kita tidak dicantumkan dalam konstitusi sebagai wilayah udara kedaulatan NKRI. UUD 1945 (Pasal 33 ayat 2) hanya menyebutkan "bumi dan air"," ujar Chappy di Skadron 31 Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma di sela peluncuran tujuh buku miliknya, Minggu (17/12/2017).

Beberapa profesor di dalam negeri sempat membentuk tim kelompok kerja demi amandemen UUD 1945. Namun, upaya itu kandas.

"Jadi, andaikata ada sengketa (udara) di dalam wilayah negara, ya kita tidak akan bisa menang. Bagaimana kita bisa menang, negara lain mengatakan, anda sendiri tidak menyebutkan wilayah udara anda sendiri sebagai wilayah kedaulatan. Itu kelemahan pertama," lanjut dia.

(Baca juga : Chappy Hakim: Kita Harus Segera Mengambilalih FIR dari Singapura)

 

Dari sisi institusi, Indonesia juga tidak memiliki sebuah institusi yang bertanggung jawab penuh terhadap dunia aviasinya.

Chappy menyebutkan pendapat sejumlah pakar bahwa aviasi tidak bisa hanya dipegang oleh sebuah kementerian saja.

Sebab, dunia penerbangan tidak melulu soal pesawat terbang secara fisik. Namun, juga berhubungan dengan sektor lainnya.

Apalagi dunia penerbangan dalam perkembangannya tidak melulu soal pertahanan semata, tapi juga berkaitan dengan industri penerbangan yang komersial.

"Internation itu berarti antaraparat negara. Ada yang domainnya Kementerian Luar Negeri, lalu yang memerlukan infrastruktur memadai itu Kementerian Perhubungan. Masalah tarif, bea dan cukai domainnya Kementerian Keuangan. Selain itu wilayah udaranya sendiri menyangkut keamanan nasional itu domainnya Kementerian Pertahanan," papar Chappy.

(Baca juga : Cerita Kolonel Supri Abu Nyaris Pensiun Dini Gara-gara Chappy Hakim)

"Jadi, bukan hanya sektoral, bukan hanya Kemenhub saja. Ada koordinasi yang intens di antara kementerian-kementerian lain yang memiliki kepentingan di dalamnya," lanjut dia.

Oleh sebab itu, Chappy berpendapat, sektor penerbangan idealnya dikomandoi oleh institusi tersendiri.

"Dulu kita memiliki yang namanya Depanri, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI. Mungkin itu adalah salah satu institusi di tingkat nasional yang menjembatani ini, walaupun saya tidak yakin dia bisa. Mungkin juga kita bisa berpikiran, harus ada kementerian koordinator penerbangan misalnya," ujar Chappy.

"Tapi intinya adalah, kita memerlukan dasar konstitusi kita harus mengklaim wilayah udara kita adalah wilayah kedaulatan NKRI. Kita juga harus memiliki institusi strategis di tingkat nasional yang mengkoordinasikan semua hal-hal yang menyangkut pengelolaan wilayah udara," lanjut dia.

Kompas TV Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Chappy Hakim mengundurkan diri dari jabatannya. Kepastian pengunduran Chappy Hakim dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport Indonesia disampaikan pada Sabtu (18/2) kemarin. Pengunduran diri yang disampaikan Chappy Hakim telah disetujui oleh PT Freeport. Sejak ditunjuk sebagai presiden direktur, Chappy Hakim manjabat kurang dari 4 bulan. Sebelumnya, Chappy Hakim telah menyampaikan pengunduran dirinya, seperti yang dimuat laman Tribunnews.Com Pengunduran diri Chappy Hakim berselang lima hari setelah adanya laporan anggota Komisi VII DPR Muktar Tompo ke Mabes Polri. Laporan ini disampaikan Mukhtar Tompo karena merasa mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Mundur dari jabatan sebagai presiden direktur, kini Chappy Hakim menjabat penasihat senior PT Freeport Indonesia. Chappy menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport sejak 20 November 2016 hingga 18 Februari 2017. Sebelum berkarier di PT Freeport, Chappy Hakim merupakan kepala staf angkatan udara pada 2002 hingga 2005.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Pakar Ungkap Celah Bisa Dimanfaatkan Jokowi Bersaing Jadi Ketum Golkar

Pakar Ungkap Celah Bisa Dimanfaatkan Jokowi Bersaing Jadi Ketum Golkar

Nasional
Isu Jokowi Masuk Bursa Ketum, Konsistensi Golkar Bakal Jadi Taruhan

Isu Jokowi Masuk Bursa Ketum, Konsistensi Golkar Bakal Jadi Taruhan

Nasional
Elite Golkar Sebut Airlangga Mampu Membalikkan Persepsi Negatif dan Layak Dipilih Lagi

Elite Golkar Sebut Airlangga Mampu Membalikkan Persepsi Negatif dan Layak Dipilih Lagi

Nasional
Jokowi Dinilai Tak Mungkin Terabas Aturan dan Jadi Ketum Golkar

Jokowi Dinilai Tak Mungkin Terabas Aturan dan Jadi Ketum Golkar

Nasional
8 Caleg Dapil DIY yang Lolos Senayan, Titiek Soeharto Masuk

8 Caleg Dapil DIY yang Lolos Senayan, Titiek Soeharto Masuk

Nasional
PKB Buka Komunikasi dengan Golkar, Gerindra, dan Nasdem untuk Pilkada Jatim

PKB Buka Komunikasi dengan Golkar, Gerindra, dan Nasdem untuk Pilkada Jatim

Nasional
Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Nasional
Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com