JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta Presiden Joko Widodo tidak menandatangani ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Pasalnya, jika peredaran tembakau dan rokok dikendalikan, maka hal itu akan berdampak pada nasib petani tembakau dan pekerja rokok tembakau.
Hal ini disampaikan Muhaimin usai bertemu Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (SP RTMM) di Kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (15/12/2017).
"PKB berkomitmen menolak FCTC, kami berharap Presiden Jokowi sejalan dengan PKB dengan tidak menandatangani FCTC WHO tersebut," kata Muhaimin dalam keterangan tertulisnya, Jumat malam.
(Baca juga : Pemohon Keliru, MK Tolak Uji Materi agar Iklan Rokok Ditiadakan)
"Karena hal itu berkolerasi langsung dengan nasib pekerja rokok tembakau di Tanah Air," tambah pria yang akrab disapa Cak Imin ini.
Selain itu, Muhaimin juga mengingatkan bahwa ratifikasi FCTC juga dapat berdampak pada penurunan pendapatan dari cukai rokok.
Diketahui, cukai rokok berkontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Muhaimin pun berharap Menteri Keuangan Sri Mulyani juga tidak serampangan menaikan cukai rokok karena hal itu berbanding lurus dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para pekerja sigaret rokok tangan.
"Kalaupun pemerintah berniat menaikkan cukai, sebaiknya pemerintah juga melibatkan SP RTMM. Saya kira mereka lah yang paling mengetahui kondisi riil di lapangan," ucap Muhaimin.
(Baca juga : Ditopang Cukai Rokok, Pemerintah Jamin Arus Keuangan BPJS Kesehatan Aman)
Muhaimin juga mengingatkan pemerintah daerah tidak memperbanyak kawasan tanpa rokok (KTR). Tapi lebih mempertimbangkan pendapatan cukai rokok itu sendiri.
"BPJS saja yang mengaku bangkrut meminta tambahan anggaran yang diambil dari cukai rokok, bagaimana mungkin pemerintah daerah menyempitkan pendapatan dengan memperbanyak KTR," ucap Cak Imin.
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan, ada dua aspek yang harus dipertimbangkan sebelum Indonesia memutuskan menandatangani ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Pertama, pemerintah mempertimbangkan kesehatan warga yang lebih sehat dan pertumbuhan generasi muda yang lebih baik jika peredaran tembakau dan rokok dibatasi dan dikendalikan.
Namun yang kedua, pemerintah juga mempertimbangkan nasib petani dan buruh tembakau yang terancam kehilangan lapangan kerja jika ratifikasi dilakukan.
"Kita perlu memikirkan, ini yang kadang-kadang juga dilupakan kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh tembakau yang hidupnya bergantung dari industri tembakau. Ini juga tidak kecil, menyangkut orang yang sangat banyak," kata Presiden saat membuka rapat terbatas mengenai FCTC di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (12/6/2016).