Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Sengkarut Regulasi, Penghambat Presiden Jokowi?

Kompas.com - 15/12/2017, 09:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Tiga tahun pemerintah Presiden Joko Widodo yang seharusnya menjadi fondasi mantap menuju periode kedua kepemimpinannya nampaknya belum sesuai harapan. Penyebabnya cukup beragam. Salah satunya: Tak kunjung kompaknya kekuatan di belakang Presiden.

Pada tahun pertama dan kedua, kita disuguhi debat kusir antar menteri—yang membuat beberapa menteri terusir dari kabinet-- maka pada tahun ketiga, selain masih soal komunikasi antar kementerian yang tak kunjung kompak, masih ditambah tak kunjung beresnya regulasi yang mendukung investasi.

Padahal salah satu program pemerintah Joko Widodo demi mewujudkan Nawacita adalah melakukan deregulasi maupun mengeluarkan regulasi baru demi mempercepat kemudahan berusaha yang ditujukan menarik banyak investasi di Indonesia.

Jelas target mengikis perda bermasalah tak begitu saja jatuh dari langit. Dengan pengalaman sebagai pebisnis dan mantan kepala daerah, Jokowi sangat paham betapa ruwetnya perizinan yang harus dipenuhi pebisnis untuk memulai dan mengembangkan usaha di Indonesia.

Aturan yang harus dihadapi pun semakin banyak ketika ekspansi usaha beralih ke daerah-daerah. Jokowi bahkan pernah mengungkapkan, saat ini terdapat 42.000 aturan yang dimiliki oleh Indonesia dan membuat negara ini tak seksi sebagai tempat berinvestasi.

Tak hanya ruwet, banyak aturan yang malah dapat menghambat inovasi. Bahkan, terdapat syarat-syarat dalam sebuah aturan yang kemudian dijadikan izin khusus yang harus diselesaikan oleh pengusaha.

Harapan Jokowi dan pebisnis sebetulnya terjawab ketika pada pertengahan 2016, Mendagri Tjahjo Kumolo membatalkan 3.143 peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) yang dianggap bermasalah. Tak hanya menghambat invetasi, sebagian memberatkan masyarakat.   

Sayangnya, mendung kembali datang, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juni lalu secara mengejutkan membatalkan kewenangan pembatalan peraturan daerah (Perda) oleh Gubernur dan Menteri Dalam Negeri yang secara langsung bertentangan dengan semangat pemerintah dalam hal deregulasi dan debirokratisasi.

Jelas tidak mudah membantah kewenangan MK, bahkan meski Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution ikut ambil bagian pun, mimpi deregulasi dan debirokratisasi masih jauh dari harapan.

Seperti tak ingin menunggu terlalu lama, pemerintahan Jokowi pun menempuh gaya berbeda. Salah satunya memberikan 'gula-gula' berupa penghargaan kepada pemerintah daerah yang telah memberikan kemudahan atau menyederhanakan perizinan.

Mirip kompetisi, gula-gula yang diharapkan menginspirasi itu tak hanya diberikan dalam bentuk penghargaan seremonial, juga hingga pembangunan proyek infrastruktur.

Harapannya jelas, agar semakin banyak pemerintah daerah yang termotivasi untuk dapat memangkas perizinan yang menghambat investor.

Sayang, hingga tulisan ini dibuat, persoalan baru justru muncul. Kali ini semakin rumit karena melibatkan korporasi yang telah menanamkan investasi yang tidak sedikit. Setelah sengkarut perpanjangan izin raksasa Freeport yang selalu menyita perhatian publik, kini giliran salah satu raksasa industri pulp dan kertas, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Populisme vs investasi

Pangkal masalah lahir akibat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait pembatalan rencana kerja usaha (RKU) yang akibatnya menghentikan kegiatan produksi di wilayah Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT RAPP.

Pada sisi KLHK, regulasi dikeluarkan dengan niat baik dalam hal perlindungan lahan gambut yang menjadi perhatian dunia karena kemampuan menyimpan karbon dan ancaman yang menghantui setiap tahun, kebakaran lahan!

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com