Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintahan Jokowi Dianggap Lebih Kedepankan Pembangunan daripada HAM

Kompas.com - 10/12/2017, 07:24 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri menilai belum banyak perubahan dalam penanganan masalah hak asasi manusia dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Arif, pemerintah saat ini lebih mengedepankan sisi pembangunan ketimbang penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi (HAM).

"Pemerintahan Jokowi ini kan terlihat bahwa memang lebih dikedepankan sisi soal pembangunan ketimbang soal hukum dan HAM, penuntasan kasus HAM masa lalu," kata Arif saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/12/2017).

Menurut Arif, masalah yang berkaitan dengan HAM di era Jokowi justru cenderung meningkat. Ia menyebut contoh soal eksekusi hukuman mati, tembak mati di tempat terhadap bandar narkoba, dan kasus-kasus penyiksaan.

Ia menyatakan bahwa beberapa negara dalam Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB sudah memberikan catatan kepada Indonesia soal hukuman mati. Seharusnya pemerintah melakukan moratorium hukuman mati setelah menjadi sorotan dunia internasional.

Namun, dalam RUU KUHP, lanjut Arif, hukuman mati masih tetap ada, meski kini dibuat sebagai hukuman alternatif.

"Seharusnya ini menjadi moratorium hukuman mati tetapi dalam praktiknya di nasional sendiri pemerintah baik Presiden maupun di DPR malah menjadikan hukuman mati dalam pembahasan RUU KUHP," ujaf Arif.

Ia juga menilai bahwa hingga kini masih ada celah pada proses hukum di Indonesia sehingga menimbulkan potensi pelanggaran HAM terhadap seseorang.

(Baca juga : Belum Ada Dasar Hukum, Wiranto Akui Sulit Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat)

"Kita lihat dari proses hukum yang ada di indonesia, sampai orang divonis mati banyak celah, misalnya dari penyiksaan, kriminalisasi, akses bantuan hukum yang tidak diberikan," ujar Arif.

Ia merujuk pada kasus eksekusi terpidana mati kasus narkotika asal Brasil, Rodrigo Gularte (42), pada April 2015. Rodrigo merupakan terpidana kasus kepemilikan 6 kilogram kokain yang disembunyikan di dalam papan selancarnya pada 2004.

Arif menyatakan, Rodrigo mengalami masalah mental, tetapi tetap dieksekusi mati pada 29 April 2015 dini hari di Nusakambangan, Jawa Tengah. Rodrigo belakangan disebut didiagnosis menderita skizofrenia.

Selain itu, Arif belum melihat ada keseriusan dari pemerintah soal penyelesaian pada kasus HAM. Kasus HAM yang terjadi saat ini merupakan efek tidak ada penyelesaian terhadap kasus HAM masa lalu.

"Bisa dilihat, misalnya, ada pola yang sama di eranya Soeharto, yang mengedepankan soal prospek pembangunan dan segala macam, dan akhirnya melakukan tindakan-tindakan pelanggaran HAM dengan mengatasnamakan pembangunan," ujar Arif.

Pada momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional pada 10 Desember, Arif menyarankan pemerintah untuk fokus menyelesaikan kasus-kasus HAM sebagai salah satu janji pemerintah.

"Fokusnya jangan hanya mengambil suatu kebijakan yang dilihat oleh publik itu sangat menonjolkan pemerintahan, populer dan segala macam, tapi pemeintah juga harus commit terhadap apa yang sudah dijanjikan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com