Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awasi Maraknya Pungli di Pengadilan, MA Diminta Tak Tutup Diri

Kompas.com - 08/12/2017, 16:51 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ninik Rahayu meminta Mahkamah Agung tidak menutup diri dalam melakukan pengawasan atas maraknya pungutan liar di sejumlah pengadilan negeri.

"MA jangan menutup diri seakan-akan tak mau ada pihak eksternal," ucap Ninik di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jumat (9/12/2017).

Menurut Ninik, Badan Pengawasan (Bawas) MA perlu terbuka melibatkan pihak eksternal di luar lembaganya untuk membersihkan praktik korupsi yang ada di pengadilan-pengadilan di bawah MA.

"Perlu terbuka melibatkan pihak lain, tak cukup good will (niat baik) saja, perlu pihak eskternal dan harus diikuti mekanisme baru," ucap Ninik.

(Baca juga: Marak Pungli, MA Didesak Turun Tangan Benahi Pengadilan di Bawahnya)

Ninik pun menyangsikan kinerja Bawas MA dalam melakukan pengawasan atas maraknya praktik pungutan liar di pengadilan selama ini.

"Tak cuma mengandalkan Bawas, bisa saja lembaga negara lain, atau masyarakat, jadi ada evaluasi eksternal. Sebab yang duduk di Bawas kan orang MA, itu kan 'jeruk makan jeruk', makanya kurang independen," kata dia.

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) FHUI sebelumnya telah merilis hasil pemetaan praktik korupsi pada pelayanan publik di bidang administrasi perkara di lima pengadilan negeri di Indonesia.

Hasilnya, masih ditemukan praktik pungutan liar di lima pengadilan negeri yang ada di Medan, Bandung, Malang, Yogyakarta, dan Banten.

(Baca juga: Marak Pungli di Pengadilan, Ombudsman Sebut MA Enggan Berbenah)

Dari temuan Mappi, para pelaku pungutan liar terhadap layanan pendaftaran surat kuasa dan biaya salinan putusan tersebut dilakukan oleh panitera pengganti dan panitera muda hukum.

Modus yang sering digunakan oleh oknum tersebut adalah dengan menetapkan biaya di luar ketentuan dan tidak dibarengi dengan tanda bukti bayar, serta tidak menyediakan uang kembalian, sebagai imbalan atau uang lelah dan memperlama layanan jika tidak diberikan tip atau uang yang diminta.

Misalnya, untuk biaya pungutan surat kuasa berkisar antara Rp 10.000 hingga lebih dari Rp 100.000 per surat kuasa. Sedangkan untuk mendapatkan salinan putusan baiaya dipatok muai dari Rp 50.000 hingga lebih dari Rp 500. 000 per putusan.

Mappi pun mendesak persoalan korupsi di peradilan tersebut segera dibersihkan oleh Mahkamah Agung. Sebab, praktik pungutan liar tersebut bertentangan dengan fungsi pengadilan sebagai lembaga pelayanan publik.

Kompas TV Hakim sebagai penjaga benteng keadilan sempat dipertanyakan perlukah ada evaluasi di Mahkamah Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com