JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi mengatakan, pihaknya akan membawa bukti-bukti baru dalam praperadilan jilid dua yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto.
KPK tidak akan menggunakan bukti-bukti yang dihadirkan dalam praperadilan sebelumnya.
"Kami tidak akan gunakan dokumen atau surat yang pernah dihadirkan di praperadilan yang pertama. Nanti kami bisa fatal dong kalau itu diajukan lagi," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).
Hakim tunggal praperadilan Kusno meminta KPK maupun tim kuasa hukum Novanto menyiapkan bukti surat dan dokumen pada Jumat (8/12/2017).
(Baca juga: KPK Lancarkan Strategi Khusus Hadapi Novanto di Praperadilan Kedua)
Setiadi mengatakan, pihaknya telah memilah bukti-bukti yang akan dihadirkan besok. Ia hanya akan membawa surat dan dokumen yang berhubungan dengan praperadilan dan menguatkan pembuktian.
"Apalagi terkait permintaan hakim tunggal tadi tidak perlu yang banyak sampai 2 meter. Kami tidak sebanyak yang pertama," kata Setiadi.
Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan pada 15 November 2017 lalu, pasca-ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus e-KTP.
Praperadilan ini merupakan kali kedua untuk Novanto. Ia pernah berhadapan dengan KPK di praperadilan sebelumnya dan memenangkan gugatan itu. Status tersangkanya dibatalkan.
KPK kemudian kembali menetapkan Novanto menjadi tersangka pada kasus yang sama.
(Baca juga: Meski Berkas Sudah Limpah ke Pengadilan, Praperadilan Setya Novanto Dilanjutkan)
Dalam kasus e-KTP, KPK menduga Novanto bersama sejumlah pihak menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Bersama sejumlah pihak tersebut, Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun, dari nilai paket Rp 5,9 triliun.