JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperpanjang masa jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai hakim konstitusi, Rabu (6/12/2017). Arief sedianya pensiun pada April 2018. Setelah diperpanjang, kini Arief resmi menjabat sebagai hakim konstitusi hingga 2023.
Perpanjangan masa jabatan Arief diwarnai desas-desus lobi politik dengan Komisi III. Sebab diketahui Arief merupakan hakim ketua dalam sidang uji materi keabsahan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK diketahui banyak diisi anggota Komisi III yang memiliki kuasa memperpanjang jabatan Arief.
Baca juga : Aklamasi, Arief Hidayat Kembali Jabat Ketua MK
Uji kelayakan dan kepatutan Arief sempat diprotes Fraksi Partai Gerindra. Mereka menilai janggal mekanisme uji kelayakan dan kepatutan terhadap Arief.
Pasalnya, uji keyalakan menggunakan panel ahli namun hanya untuk menguji satu calon yakni Arief. Wakil Ketua Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa menyatakan semestinya jika menggunakan panel ahli calonnya tidak tunggal.
Karena itu, ia merasa uji kelayakan kemarin terkesan dipaksakan sebab tidak membuka pendaftaran terlebih dahulu kepada calon lain.
Baca juga : Ada Apa Calon Hakim MK Hanya Arief Hidayat?
Padahal, menurut dia, kesepakatan dalam rapat pleno Komisi III terkait uji kelayakan dan kepatutan masa perpanjangan jabatan Arief juga membuka pendaftaran untuk calon lain.
Desmond pun menduga ada lobi politik antara Arief dengan beberapa anggota Komisi III terkait kepentingan Pansus Angket di MK.
"Ya pastinya begitulah," kata Desmond saat ditanya apakah uji kelayakan dan kepatutan hari ini terkait dengan lobi Pansus Angket KPK.
Ketua MK dilaporkan ke Dewan Etik
Sementara itu, di waktu yang sama dengan uji kelayakan dan kepatutannya, Arief dilaporkan oleh sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Arief ke Dewan Etik MK, Rabu (6/12/2017).
Arief dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di DPR, Rabu (6/12/2017).
"Laporan ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi, karena Terlapor (Arief Hidayat) diduga memberikan janji kepada pihak lain yang memiliki kepentingan langsung terhadap perkara," ujar Tama saat memberikan keterangan pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2017).
Menanggapi laporan itu, Arief membantahnya. Ia mengakui sempat bertemu dua kali dengan Anggota Komisi III sebelum uji kelayakan dan kepatutan dilaksanakan.
Pertama, pertemuan dilakukan di Hotel Ayana Midlplaza. Arief mengaku ia datang ke sana karena diundang oleh Komisi III yang tengah menggelar rapat pleno persiapan uji kelayakan dan kepatutan perpanjangan masa jabatannya.
Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Ketua MK Arief Hidayat ke Dewan Etik
Kedua, Arief bertemu mereka di ruang rapat Komisi III. Saat itu, Arief mengaku dirinya bersama Komisi III hanya menyocokan jadwal sebab dia selaku Ketua MK memiliki jadwal yang padat.
"Saya hanya mencocokkan dengan agenda yang telah disusun Komisi III. Enggak ada lobi-lobi. Kalau saya ketemu dengan teman-teman di sini ya biasa. Tapi tidak dalam rangka membicarakan itu (perpanjangan masa jabatan)," lanjut dia.
Meski telah membantah melakukan lobi, ia menilai hal itu wajar terjadi dalam sebuah proses politik. Bahkan, kata dia, hakim MK yang dipilih presiden juga melalui lobi.
"Kami hanya diseleksi di sini berdasarkan proses politik di sini. Kalau yang di presiden kan juga ada lobi-lobi. Sama saja di sana ada lobi-lobi juga," kata Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Ia menilai uji kelayakan terhadap Arief dilakukan pada waktu yang tepat sebab sesuai peraturan, proses perpanjangan masa jabatan hakim MK dimulai enam bulan sebelum memasuki masa pensiun.
Selain itu, menurut dia, anggapan tersebut merupakan kecurigaan yang berlebihan.
"Lihat aja nanti hasilnya seperti apa. Saya enggak mau berpraduga. Tapi kalau kita lihat lima tahun yang lalu juga (uji kelayakan dan kepatutan) Pak Arief (Hidayat), saya kira dia bukan tipe yang begitu ya. Itu kecurigaan yang berlebihan itu," kata Trimedya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Ia menambahkan, tak mungkin Arief bisa memengaruhi putusan MK terkait keabsahan hak angket KPK sebab delapan hakim konstitusi lainnya tentu memiliki pandangan yang saling berbeda.
Sehingga, menurut dia, publik tak perlu mengkhawatirkan putusan MK terkait hak angket bakal menguntungkan Pansus Angket.
"Nanti waktu yang akan membuktikan. Kalau dia sendiri, tidak mungkin. Belum tentu bisa memengaruhi yang 8 lagi. Jadi itu (putusan) dilakukan saya kira dilakukan, saya kira punya motif-motif terdendiri lah (masing-masing hakim)," lanjut dia.