JAKARTA, KOMPAS.com - Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengemban sejumlah 'PR' setelah resmi menjabat Panglima TNI nantinya. Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, pekerjaan rumah Hadi yang pertama, memastikan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
"Karena kita ketahui bersama 50 persen alutsista kita itu tidak layak pakai," ujar Al kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (4/12/2017).
Modernisasi alutsista, lanjut Al, juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Sebab, salah satu yang menjadi sorotan dalam setiap pengadaan adalah tidak dilaksanakan secara transparan dan akuntabel dan berujung pada tindak pidana korupsi.
"Transparan serta akuntabel, misalnya tidak menggunakan pihak ketiga dalam pengadaan alutsista. Gunakan pola G to G dalam pengadaan," ujar Al.
Baca juga : Profil Calon Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto
Pekerjaan rumah kedua Hadi adalah memastikan jaminan kesejahteraan prajurit. Hal ini salah satunya tergambar dari program pengadaan rumah untuk prajurit. Al menegaskan, jaminan akan kesejahteraan prajurit menjadi pilar penting dalam mewujudkan TNI yang profesional.
Ketiga, Hadi juga dihadapkan pada tuntutan reformasi birokrasi pada TNI. Oleh sebab itu, Hadi punya 'PR' mewujudkannya.
"Panglima TNI yang baru harus memastikan reformasi TNI tuntas. Jangan dia nanti malah resisten terhadap agenda reformasi. Salah satu tuntutan yang sampai sekarang belum dapat diwujudkan adalah peradilan militer," ujar Al.
Diberitakan, Presiden Jokowi memilih Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo yang memasuki masa pensiun.
Baca juga : Ini Alasan Jokowi Pilih Hadi Tjahjanto Gantikan Gatot Nurmantyo
Surat pengajuan Hadi sebagai calon Panglima TNI diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno kepada Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Fadli Zon, Senin pagi.
Selanjutnya, surat akan dibahas dalam rapat pimpinan DPR yang menurut rencana digelar Senin siang.
Sesuai mekanisme, surat akan terlebih dahulu dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk mengagendakan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh komisi terkait, yakni Komisi I.