JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelengara negara di Provinsi Jambi dinilai tidak serius menerima pendampingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bidang pencegahan korupsi.
Meski sering didatangi KPK, pejabat di Jambi tetap menjalankan praktik suap.
"Kami sangat menyesalkan kasus ini terjadi, karena Provinsi Jambi adalah daerah yang telah ditangani dan didatangi KPK, dan menjadi daerah koordinasi supervisi dalam bidang pencegahan," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Baca: Suap Pejabat Pemprov dan Anggota DPRD Jambi Gunakan Kode Undangan
Jambi merupakan salah satu dari beberapa daerah rawan korupsi yang menjadi fokus KPK dalam melakukan koordinasi supervisi di bidang pencegahan.
Bahkan, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tim pencegahan KPK baru saja kembali dari Jambi untuk memberikan pendampingan kepada para penyelenggara negara di daerah tersebut.
Pada Selasa (28/11/2017), KPK melakukan operasi tangkap tangan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Erwan Malik; Asisten Daerah III Provinsi Jambi, Saipudin; pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Arfan, dan satu tersangka penerima suap yakni Supriono selaku anggota DPRD Jambi.
Uang sebesar Rp 4,7 miliar yang ditemukan KPK dalam operasi tangkap tangan diduga terkait pembahasan R-APBD Provinsi Jambi tahun 2018.
Baca juga: KPK Menduga Suap untuk Anggota DPRD Jambi Sebesar Rp 6 Miliar
Menurut Basaria, uang diberikan agar anggota DPRD bersedia menghadiri rapat pembahasan R-APBD.
Basaria mengingatkan, agar pejabat negara di daerah lain tidak menganggap bantuan KPK dalam bidang pencegahan hanya sekadar seremonial.
Basaria meminta pendampingan KPK benar-benar ditindaklanjuti dengan baik.
"Pendampingan KPK jangan dianggap sudah selesai saat KPK datang saja. Kami berharap benar-benar untuk mengkoordinasikan agar pekerjaan di daerah bersih dan transparan," kata Basaria.