JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai, keputusan Emil Dardak menjadi bakal calon Wakil Gubernur Jawa Timur mendampingi Khofifah Indar Parawansa pada Pilgub Jawa Timur merupakan hal wajar.
Meskipun, dengan keputusan itu, Emil harus berpindah partai.
Hal itu disampaikan Baidowi menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menganggap Emil tidak etis dengan berpindah-pindah partai.
"Itu bagian dari dinamika demokrasi. Ketika saluran berpolitik tersumbat oleh keputusan elit politik, maka pindah haluan menjadi konsekuensi," kata Baidowi alias Awi, melalui pesan singkat, Rabu (29/11/2017).
Baca: Tjahjo Kumolo Bandingkan Emil Dardak dengan Jokowi Saat "Nyapres"
Padahal, kata Awi, sebelumnya Anas bukan kader PDI-P. Setelah menjabat Bupati Banyuwangi, PDI-P merekrut Anas.
"Kita tahu bersama, Abdullah Azwar Anas itu bukan produk PDI-P tapi kemudian menjadi PDI-P. Memang hal ini sekaligus menunjukkan lemahnya komitmen kader terhadap parpol. Tapi hal itu tidaklah haram dalam demokrasi," lanjut dia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengkritik keputusan Bupati Trenggalek Emil Dardak yang akan maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018.
Baca juga: Soal Emil Dardak, PDI-P Sebut SBY Terapkan Politik "Outsourcing"
Tjahjo mengatakan, Emil baru memenangkan Pilkada Trenggalek pada 2015. Namun, saat ini sudah kembali mencalonkan diri di Pilkada Jatim.
Tjahjo juga menyinggung soal Emil yang maju Pilgub Jatim mendatang melalui partai politik lain, sementara itu masih tercatat sebagai kader PDI Perjuangan.
"Yang ramai dan jadi perdebatan misalnya (Emil) Dardak. (Emil) Dardak itu baru, belum dua tahun. Belum dua tahun langsung (maju) cawagub (Jatim). Yang kedua, etika dalam konteks dia dulu didukung PDI Perjuangan, sekarang tidak. Nah, ini etikanya bagaimana," ujar Tjahjo dikutip dalam laman resmi Kementerian Dalam Negeri, Minggu (26/11/2017).