JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan dugaan pelanggaran administrasi (maladministrasi) dalam penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan, ada beberapa bentuk maladministrasi yang terjadi dalam penerbitan SKCK oleh Kepolisian.
"Ada indikasi meminta uang, ada indikasi menunda (layanan), lalu ada pelayanan yang tidak standar, dan indikasi kepada integritas petugasnya," ujar Adrianus, dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (27/11/2017).
Biaya resmi pengurusan penerbitan SKCK sendiri Rp 30.000.
Namun, di lapangan, Ombudsman menemukan banyak biaya lain yang dikenakan kapada masyarakat. Misalnya permintaan uang untuk lembar legalitas, untuk mengurus persyaratan, hingga biaya map.
Baca: Biaya Pembuatan SKCK Akan Naik Jadi Rp 30.000
Sementara itu, penyimpangan prosedur yang ditemukan yaitu petugas meminta Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk dilegalisir oleh petugas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Dukcapil.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan waktu pelayanan SKCK tidak ada kepastian. Misalnya, buka tutup loket layanan tidak sesuai dengan ketentuan.
Ada pula temuan pembayaran SKCK tidak disertai tanda terima atau kuitansi dari petugas Kepolisian.
Dari berbagai temuan itu, Ombudsman menilai, belum ada standar pelayanan publik sehingga memicu ketidakpastian masyarakat untuk mengurus SKCK.
Selain itu, Ombudsman berpandangan, belum ada pengawasan yang optimal terhadap penyelengaraan pelayanan, baik dari atasan langsung maupun dari pengawas internal.
Integrasi penyelenggara layanan SKCCK dinilai rendah dan tidak memiliki perspektif bahwa biaya penerbitan SKCK adalah penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yang masuk langsung ke kas negara. Oleh karena itu, pungutan di luar biaya resmi tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu, Ombudsman menyarankan agar pihak Kepolisan menyusun kebijakan untuk pelayanan SKCK dan menginstruksikan seluruh Satuan Wilayah untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk SKCK.
Investigasi Ombudsman dilakukan pada Oktober 2017 di 6 wilayah yaitu wilayah Polda Metro Jaya, Polda Bengkulu, Polda Sumatra Selatan, Polda Papua, Polda Jawa Barat, dan Polda Sulawesi Selatan.
Di tempat yang sama, Irwasum Polri Komjen Putut Eko Bayuseno memastikan akan menindaklanjuti temuan Ombudsman dengan melalukan berbagai perbaikan.
Ia berharap, pelayanan publik Polri bisa menjadi lebih baik ke depan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.