JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani tak sepakat jika partainya disebut memanfaatkan dinamika internal Partai Golkar sehingga menempati posisi kedua pada survei elektabilitas Poltracking Indonesia.
Dinamik Golkar ini terkait status Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pada survei Poltracking, Gerindra mendapatkan elektabilitas 13,6 persen, sedangkan Golkar 10,9 persen.
"Gerindra tidak terbiasa memanfaatkan musibah dari partai atau orang lain dan tentu saja kami prihatin dengan situasi ini," ujar Muzani seusai rilis survei Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).
Baca: Survei Poltracking: Elektabilitas Gerindra Salip Golkar
Muzani mengatakan, survei tersebut dilakukan sebelum status Novanto ditetapkan sebagai tersangka KPK.
Dengan demikian, menurut dia, tak relevan jika status Novanto saat ini dikaitkan dengan penurunan elektabilitas Golkar dan Gerindra mendapatkan limpahan elektabilitas karena adanya permasalahan tersebut.
Menurut dia, jika kepercayaan publik kepada Gerindra bertambah, hal itu karena adanya gagasan dan konsep yang ditawarkan kepada rakyat terkait permasalahan-permasalahan kebangsaan.
"Kami bergerak dengan road map yang sudah kami tetapkan," ujar anggota Komisi I DPR itu.
Baca juga: Akbar Tandjung Khawatir Golkar Kiamat karena Pertahankan Novanto
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR mengungkapkan, salah satu faktor yang menyebabkan suara Golkar turun karena dinamika internalnya seiring kasus yang menjerat Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
Hal itu berdampak pada elektabilitas Golkar meski partai tersebut bukan partai yang bergantung pada figur.
"Tetapi ini simbol. Ini memberi dampak secara elektoral, pasti. Maka, kasus ini setidaknya menjadi beban elektoral bagi Golkar," kata Hanta.
Meski demikian, Hanta menekankan bahwa hasil tersebut tidak hanya dipengaruhi karena satu faktor, tetapi juga dari sejumlah faktor.