KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Setya Novanto atau Setnov lewat kuasa hukumnya memutuskan menempuh proses hukum terhadap para penyebar meme satire tentang dirinya di media sosial.
Tercatat sebanyak 32 akun media sosial dilaporkan ke polisi yang terdiri dari 15 akun Twitter, 9 akun Instagram, dan 8 akun Facebook. Berdasarkan pengembangan pihak Kepolisan, jumlahnya membengkak menjadi 69 akun.
Dalihnya, menggunakan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang No 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tak berapa lama, tanggal 16 November 2017 sekira pukul 19.00 dikabarkan Setya Novanto mengalami kecelakaan tunggal, dalam status tersangka. Ketua Partai Golkar tersebut dilarikan ke Rumah Sakit Media Permata Hijau. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.
Baca juga: Novanto Kecelakaan, Pengacara Mohon Doa
Kecelakaan yang menimpa Setnov ternyata semakin memunculkan respons publik yang luar biasa. Alih-alih bersimpati atas kejadian tersebut, munculah beragam analisis dan berita yang bernada keheranan atas kejadian tersebut.
Menanggapi suasana publik tersebut, Pengacara Setya Novanto yakni Fredrich Yunadi saat itu melakukan jurus yang sama untuk mencegah sindiran digital terhadap kliennya semakin massif dan agitatif masuk ke ruang publik.
Dirinya mengaku sudah melaporkan akun pembuat meme terkait kecelakaan yang dialami kliennya ke kepolisian. Bukti bahwa pengacara yang pernah ikut serta kontestasi komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini cukup trengginas melaporkan pembuat meme atas kliennya.
Baca juga : Pengacara Laporkan Pembuat Meme Kecelakaan Novanto
Penulis ingin melihat dan menelaah peristiwa Setnov sebagai produk budaya popular dalam relasi pesan berbentuk meme dengan pendekatan interaksi simbolik.
Awalnya kata meme dikenalkan pertama kali oleh Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish Gene tahun 1976, sebagai upaya untuk menjelaskan bagaimana penyebaran informasi budaya.
Adapun menurut Schubert, Karen (2003) secara khusus menjelaskan meme internet adalah aktivitas, konsep, slogan atau media yang menyebar, sering sebagai mimikri atau untuk tujuan lucu, dari orang ke orang melalui internet.
Adapun, Teori Interaksi Simbolik merupakan teori yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu lain.
Menurut Herbert Blumer, terdapat tiga asumsi dari teori ini: (a) Manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka; (b) Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia; dan (c) Makna dimodifikasi melalui interpretasi.
Flor, Nick (2000) menyebut praktik menggunakan meme untuk memasarkan produk atau layanan dikenal sebagai pemasaran memetik (Memetic Marketing).