JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam akan menghadapi sidang perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/11/2017).
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi Sultra 2008-2014.
"Penyidik menemukan dua alat bukti dan sedang diperbanyak, dan menetapkan NA, Gubernur Sultra, sebagai tersangka, dengan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif pada 23 Agustus 2016 silam.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara. Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016 lalu.
(Baca juga: Gubernur Nur Alam Jadi Tersangka Korupsi, 6 Pejabat Sultra Diperiksa KPK )
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Penyidik KPK menduga Nur Alam menerima pemberian dari pihak swasta dalam setiap penerbitan izin pertambangan yang dikeluarkan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Atas dugaan itu, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Nur Alam sendiri sempat mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka itu. Namun, hakim menolak gugatan dan memenangkan KPK.
(Baca juga: Menang Praperadilan, KPK Nilai Penanganan Kasus Nur Alam Sesuai Prosedur)