JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, perlu ada langkah strategis yang diambil partai menyusul status hukum yang diemban Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Menurut dia, DPP Partai Golkar harus segera merumuskan langkah strategis tersebut.
Ia meminta agar Golkar mengutamakan soliditas dibandingkan berbagai agenda politik jangka pendek.
"DPP Golkar harus segera mengambil langkah strategis. Simpan seluruh agenda jangka pendek untuk menata kembali Partai Golkar secara jangka panjang," kata Dedi melalui keterangan tertulis, Jumat (17/11/2017).
(Baca juga : Jokowi: Saya Minta Pak Setya Novanto Mengikuti Proses Hukum)
Ia menambahkan, penyelamatan partai harus menjadi agenda utama Golkar untuk tetap bertahan dan tumbuh.
Komunikasi akan berlanjut dengan agenda konsultasi dengan para sesepuh partai.
Namun, Dedi enggan membicarakan soal figur pengganti Ketua Umum Golkar.
"Saya kira jangan dulu lah kita bicara siapa Ketua Umum barunya atau siapa PLT-nya. Hal yang paling penting adalah selamatkan Golkarnya dulu," ujar Bupati Purwakarta itu.
(baca: KPK Menyodorkan Surat Penahanan Novanto, Pengacara Menolak)
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sekaligus Bendahara Umum Partai Golkar Robert J Kardinal mengatakan, belum ada langkah apapun dari fraksi terkait status Novanto.
Robert menegaskan, pihaknya mengembalikan semuanya kepada mekanisme organisasi, proses hukum dan tim kuasa hukum yang menangani kasus Novanto.
(Baca juga : Dokter: Keadaan Novanto Gawat Semalam, Sekarang Pelan-pelan Memulih)
Menurut dia, Golkar adalah partai yang memiliki sistem. Sehingga jalannya roda kepartaian tak bergantung kepada satu orang figur saja.
"Enggak (masalah) lah. Parpol lain ikut satu orang, satu orang. Golkar tuh banyak figurnya," kata Robert.
KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.