Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyidik KPK Dinilai Bisa Tetapkan Status DPO Setya Novanto

Kompas.com - 16/11/2017, 13:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono berpendapat, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus dugaan korupsi e-KTP yang sedang ditangani.

Novanto ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat (10/11/2017).

Menurut dia, penetapan status DPO oleh penyidik KPK sesuai Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

DPO dibuat dan ditandatangani oleh penyidik atau penyidik pembantu, diketahui oleh atasan penyidik/penyidik pembantu dan atau Kasatker selaku penyidik.

Baca: Soal Kemungkinan Minta Polri Terbitkan Surat DPO Novanto, Ini Jawaban KPK

Perkap mengatur bahwa penerbitan DPO bisa dilakukan terhadap tersangka yang diduga telah melakukan tindak pidana, telah dilakukan pemanggilan dan telah dilakukan upaya paksa berupa tindakan penangkapan dan penggeledahan sesuai perundang-undangan yang berlaku, namun tersangka tidak berhasil ditemukan.

"Basisnya untuk upaya itu (DPO) sudah bisa dilakukan sesuai dengan regulasi. Sesuai Perkap (Peraturan Kapolri) penyidik KPK juga bisa," ujar Supriyadi saat dihubungi, Kamis (16/11/2017).

Penyidik KPK keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017). Kesepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNGKOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Penyidik KPK keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017). Kesepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Supriyadi menjelaskan, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), status DPO bisa ditetapkan oleh kepolisian dan kejaksaan terhadap tersangka yang dinilai mempersulit penegak hukum dalam hal mengusut suatu perkara pidana.

Di tingkat penyidikan, keputusan untuk mengumumkan status DPO harus mengacu pada alat bukti yang ada dan disimpulkan bahwa ketersangkaan sudah dapat ditetapkan berdasarkan berbagai syarat administratif kepenyidikan.

Baca: Setya Novanto Menghilang, Kader Partai Golkar Sedih

Selain itu, DPO bisa ditetapkan jika seseorang yang dipersangkakan sebagai pelaku tindak pidana sudah dipanggil secara patut, tetapi yang bersangkutan tanpa alasan yang sah tidak memenuhi panggilan pihak penyidik.

Penetapan status DPO penting
 
Supriyadi menilai, penetapan DPO penting dilakukan untuk membantu KPK jika ada pihak-pihak yang sengaja menghalangi penyidikan.

"Penetapan DPO juga akan membantu KPK jika ada pihak-pihak yang sengaja menghalang-halangi penyidikan, misalnya membantu melarikan diri atau ikut menyembunyikan tersangka," kata Supriyadi.

Seperti diketahui, KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017). Novanto lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Baca juga: Golkar Tunggu Keterangan KPK soal Setya Novanto

Namun, kini Setya Novanto menghilang saat penyidik KPK berupaya menjemput paksa. Upaya penjemputan dilakukan KPK setelah Novanto selalu mangkir dari pemeriksaan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com