JAKARTA, KOMPAS.com — Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi mempertimbangkan untuk mendalami kejanggalan-kejanggalan dalam proses hukum terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.
Novanto sebelumnya telah ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya.
"Ya, antara lain (mendalami itu) sih. Menarik ini sebetulnya," ujar Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Pertama, kata Eddy, adanya perdebatan mengenai perlunya izin Presiden untuk bisa memanggil anggota DPR. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Pada awalnya, pemeriksaan cukup seizin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), tetapi karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka harus seizin Presiden.
Baca juga: Setya Novanto Minta Pansus Angket KPK Segera Laporkan Hasil Kerja
Menurut dia, hingga saat ini masih ada beragam pendapat ahli yang muncul.
"Belum ada pendapat satu. Pasti macam-macam pendapat," ujar anggota Komisi III DPR itu.
Di samping itu, Novanto sudah pernah memenangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya yang pertama kali. Namun, KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka atas kasus yang sama.
Namun, Eddy mengatakan, hal itu belum dibicarakan lebih lanjut dalam rapat internal pansus. Sebab, DPR baru saja masuk masa persidangan. Para anggota pansus hanya berkomunikasi melalui telepon.
Baca juga: Pimpinan Pansus Angket Anggap Vonis Miryam Tak Coreng Kredibilitas
Menurut dia, pansus akan melaksanakan rapat internal dalam waktu dekat.
"Mungkin hari ini kami ketemu dulu teman-teman. Selama ini kami kembali ke dapil masing-masing. Tidak sempat bicarakan masalah tugas-tugas kami," tuturnya.
KPK telah menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat kemarin. Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangkan gugatan praperadilan terhadap KPK.
Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Diancam Panggil Paksa oleh Pansus Angket, Ini Tanggapan KPK
Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Hari ini, Novanto kembali mangkir dari panggilan KPK. Novanto akan diperiksa KPK sebagai tersangka.
Sebelumnya, Novanto tak menghadiri tiga kali panggilan KPK sebagai saksi pada kasus yang sama. Salah satu alasannya, KPK harus mengantongi surat persetujuan Presiden sebagaimana putusan MK.