Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansus Angket KPK Ingin Angkat Isu Kejanggalan Kasus Setya Novanto

Kompas.com - 15/11/2017, 16:39 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi mempertimbangkan untuk mendalami kejanggalan-kejanggalan dalam proses hukum terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.

Novanto sebelumnya telah ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya.

"Ya, antara lain (mendalami itu) sih. Menarik ini sebetulnya," ujar Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017).

Pertama, kata Eddy,  adanya perdebatan mengenai perlunya izin Presiden untuk bisa memanggil anggota DPR. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

Pada awalnya, pemeriksaan cukup seizin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), tetapi karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka harus seizin Presiden.

Baca juga: Setya Novanto Minta Pansus Angket KPK Segera Laporkan Hasil Kerja

Menurut dia, hingga saat ini masih ada beragam pendapat ahli yang muncul.

"Belum ada pendapat satu. Pasti macam-macam pendapat," ujar anggota Komisi III DPR itu.

Di samping itu, Novanto sudah pernah memenangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya yang pertama kali. Namun, KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka atas kasus yang sama.

Namun, Eddy mengatakan, hal itu belum dibicarakan lebih lanjut dalam rapat internal pansus. Sebab, DPR baru saja masuk masa persidangan. Para anggota pansus hanya berkomunikasi melalui telepon.

Baca juga: Pimpinan Pansus Angket Anggap Vonis Miryam Tak Coreng Kredibilitas

Menurut dia, pansus akan melaksanakan rapat internal dalam waktu dekat.

"Mungkin hari ini kami ketemu dulu teman-teman. Selama ini  kami kembali ke dapil masing-masing. Tidak sempat bicarakan masalah tugas-tugas kami," tuturnya.

KPK telah menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat kemarin. Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangkan gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Diancam Panggil Paksa oleh Pansus Angket, Ini Tanggapan KPK

Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Hari ini, Novanto kembali mangkir dari panggilan KPK. Novanto akan diperiksa KPK sebagai tersangka.

Sebelumnya, Novanto tak menghadiri tiga kali panggilan KPK sebagai saksi pada kasus yang sama. Salah satu alasannya, KPK harus mengantongi surat persetujuan Presiden sebagaimana putusan MK.

Kompas TV Jokowi–JK banyak dikritik karena tidak punya sikap tegas terkait pansus hak angket KPK


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com