JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai korupsi saat ini semakin dahsyat. Tidak hanya sebatas korupsi pengadaan proyek, namun lebih jauh menyentuh hingga ke transaksi sebelum pengadaan tersebut dilakukan.
Bambang pun menyinggung soal kasus korupsi proyek e-KTP yang saat ini tengah diusut KPK. Dalam kasus tersebut, kata dia, tak hanya besar korupsinya namun juga serangan baliknya terhadap KPK.
"Kasus e-KTP bukan sekadar korupsi ada pengadaan barang/jasa yang mau diungkap, tapi serangan balik dari orang-orang yang mau dibongkar. Ini jauh lebih dahsyat, jauh lebih seronok," ujar Bambang dalam sebuah acara diskusi di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
Ia menambahkan, KPK saat ini diserang dari tiga posisi, yakni lembaganya dihancurkan dan kredibilitasnya dijatuhkan; kebijakan mengatasi "kejahatan luar biasa"-nya ingin dijadikan kejahatan biasa oleh sejumlah pihak; serta orang-orang yang menjadi ikon dihabisi.
(Baca juga: Melalui FBI, KPK Dapat Bukti Aliran Dana ke Pejabat Terkait Kasus E-KTP)
Untuk poin ketiga, Bambang mencontohkan kasus yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan.
"Orang-orang yang menjadi ikon KPK dihabisi. Sebenarnya ini mau kirim pesan. Kalau Anda modelnya kayak Novel maka Anda selesai," tutur pria yang akrab disapa BW itu.
(Baca juga: Kepolisian Ungkap Sulitnya Membongkar Kasus Penyerangan Novel)
Bambang juga menyinggung kasus kriminalisasi yang menimpanya saat menjabat pimpinan KPK. Saat itu, ia dikiriminalisasi atas dugaan kejahatan yang tak berkenaan dengan kewenangan yang dimiliki KPK.
Namun, saat ini pimpinan KPK berpotensi dikriminalisasi dalam konteks penggunaan kewenangan. Adapun kejadian tersebut menimpa Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
"Proses penghancuran kredibilitas terjadi di ruang-ruang publik dengan sangat sistematis. Serangannya langsung menusuk," ujar Bambang.
Selain itu, ia juga menilai KPK sedang dipisahkan dari masyarakat sebagai sumber daya dukungnya. Ia berharap KPK masih mendapat bantuan publik dalam hal perlawanan kasus korupsi. Sebab, kekuatan KPK tak akan begitu kuat tanpa bantuan publik.
"Apakah kekuatan publik masih kuat? Kalau tidak ada publik maka KPK tidak akan bisa berumur panjang," tutur BW.
(Baca juga: Tuduhan Pansus untuk Ketua KPK, dari Kasus E-KTP hingga Bina Marga)