JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama diusulkan membentuk struktur khusus setingkat direktorat untuk pembinaan penghayat kepercayaan.
Anggota Komisi VIII DPR Deding Ishak mengatakan, wacana tersebut sudah dibicarakan lintas fraksi di DPR.
"Kalau memang ada keinginan pemerintah melakukan pembinaan dan Kementerian Agama yang melakukan pembinaan penghayat kepercayaan tentu diusulkan setingkat direktorat," kata Deding, saat dihubungi, Rabu (8/11/2017).
Ia mencontohkan, saat ini di Kementerian Agama ada Direktorat Jenderal yang melakukan pembinaan terhadap masing-masing agama, misalnya Dirjen Bimas Islam.
Baca: Kemendagri Butuh Waktu untuk Terapkan Putusan MK Soal Penghayat Kepercayaan
Meskipun, untuk Konghucu saat ini masih berada di bawah Sekretaris Jenderal karena jumlah umat yang belum terlalu banyak.
Hal itu akan dibicarakan dalam rapat kerja Komisi VIII dengan Menteri Agama seusai masa reses DPR.
Namun, untuk pembentukan struktur tersebut Deding menilai perlu untuk menunggu pendataan Kementerian Dalam Negeri terkait penganut kepercayaan tersebut.
"Yang penting bagaimana Kemendagri untuk pendataan dulu," ujar Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Barat III itu.
Dalam putusannya, Majelis Hakim MK berpendapat bahwa kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.
Baca juga: MK: Hak Penganut Kepercayaan Setara dengan Pemeluk 6 Agama
Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang diakui pemerintah, dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.
"Majelis Hakim mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk aliran kepercayaan," ujar Ketua MK Arief Hidayat.
Selain itu, MK memutuskan pasal 61 Ayat (2) dan pasal 64 ayat (5) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di KK dan e-KTP tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianutnya.
Hal tersebut diperlukan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam.