JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Golkar Yahya Zaini mengatakan, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto belum bisa dipastikan akan menghadiri pernikahan putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution, pada Rabu (8/11/2017).
Ketidakpastian ini karena adanya kegelisahan dengan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disebut dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas nama Novanto.
"Rencananya semula akan ke Solo. Tapi dengan kondisi sekarang saya belum tahu," ujar Yahya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).
Ia berencana menemui Novanto untuk membicarakan sejumlah hal, salah satunya memastikan kehadiran Novanto pada pernikahan Kahiyang.
Baca: Pengacara Sebut SPDP Atas Nama Setya Novanto "Hoax"
Meski SPDP tersebut belum dipastikan kebenarannya oleh KPK, Yahya mengakui, ada kegelisahan di internal Golkar soal kemungkinan Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya kira kalau ada berita-berita terkait ketua umum pasti responsnya beragam. Karena Golkar kan partai yang demokratis," kata dia.
Sebelumnya, beredar SPDP bernomor B-619/23/11/2017 berkop surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, dengan tanggal 3 November 2017, yang tertulis ditujukan kepada Novanto.
Dalam surat SPDP tersebut disebutkan, dasar penerbitan SPDP tersebut salah satunya yakni berdasarkan surat perintah penyidikan nomor: Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017.
Baca: Usai Akad, Kahiyang-Bobby Akan Foto Bersama JK, SBY, hingga Novanto
Pada surat itu menerangkan, per hari Selasa 31 Oktober 2017 telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP elektronik tahun 2011 sampai dengan 2012, pada Kemendagri.
Dalam surat itu, tindak pidana korupsinya tertulis diduga dilakukan Novanto bersama-sama dengan Anang Sugiana Sugihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan.
Pada SPDP yang ditandangani Dirdik KPK Brigjen Aris Budiman itu, Novanto disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Baca: Benarkah KPK Butuh Izin Presiden untuk Periksa Setya Novanto?
Surat tersebut ditembuskan ke Pimpinan KPK, Deputi Bidang Penindakan KPK, Deputi Bidang PIPM KPK dan Penuntun Umum pada KPK.
Namun, kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, membantah pihaknya mendapatkan surat tersebut.