Big data yang masuk ke operator seluler akan sangat berharga dan bernilai tinggi di era internet of thing sekarang ini.
Melindungi privasi
Di Indonesia masih belum ada aturan atau undang-undang khusus yang melindungi individu dari hal-hal semacam itu tadi. Juga belum ada aturan ataupun undang-undang yang mengatur privasi data dari big data mining (pengumpulan data besar dan masif) seperti registrasi ulang seluler ini.
Kapan penduduk atau warga negara Indonesia bisa mendapatkan Single Identity Number secanggih di negara-negara Skandinavia? Di sana bayi baru lahir ceprot sampai post mortem memiliki nomor pengenal yang melekat selama-lamanya bahkan sampai ia berpulang.
Nomor tersebut sangat spesifik bahkan bisa berlanjut dan digunakan untuk mengurus segala macam keperluan mendiang oleh keluarga yang ditinggalkannya.
Big data dari Single Identity Number tersebut berisi data kelahiran (akta lahir), asuransi, keperluan sekolah dari TK sampai lulus universitas, SIM (surat ijin mengemudi), membeli handphone beserta nomor selulernya, paket internetnya, mobil yang sepanjang hidupnya pernah dia jual dan beli, alamat rumah dan kepindahanya, rumah atau tanah yang pernah dijual dan/atau dibeli, data paspor, data di bank, kartu kredit, kartu debit, pekerjaan, dan segala jenis urusan manusia hidup sampai dengan wafatnya, semua cukup dengan Single Identity Number.
Ah, pasti ada yang bilang, “Penduduk di Skandinavia kan sedikit, lebih gampang lah mengurusnya dibanding 260 juta penduduk di negeri ini.”
Masalahnya bukan sekedar kuantitas, dan kita semua tahu apa itu. Apapun itu, mari kita menunaikan kewajiban kita terhadap negara: registrasi ulang nomor seluler kita dengan NIK dan Kartu Keluarga, kita jalankan sebaik-baiknya.
Jangan terlalu jauh bermimpi Single Identity Number. Yang disebut dengan eKTP atau dibahasaindonesiakan menjadi KTP-el.
KTP elektronik sepertinya juga tidak terlalu canggih dan masih not-that-electronic karena hanya berisi data penduduk, foto, tempat, tanggal lahir, rekam retina mata, rekam sidik jari dan NIK (Nomor Induk Kependudukan) atau entah mungkin ada yang lain?
Yang menjadi pertanyaan, kapan dipakainya dan di mana? Alatnya untuk membaca data elektronik itu seperti apa? Dan pertanyaan terpenting: kapan seluruh penduduk/rakyat/warga negara yang berhak bisa mendapatkan eKTP ini?
Ah entahlah, untuk menjadi penduduk resmi di Indonesia ternyata begitu susah…
God bless Indonesia…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.