Represi yang hebat dan diskriminasi sebagai warga kelas dua adalah pengalaman sejarah warga Catalonia yang tak tertangkap dalam bingkai nasionalisme Spanyol masa kini, seindah apa pun itu dibahasakan.
Maka, ketika seiring krisis ekonomi tahun 2010 otoritas di Madrid memberikan otonomi khusus kepada Catalonia, dan pada saat yang sama kelompok nasionalis Spanyol menguat di negeri itu, imaji dan luka lama orang-orang Catalonia itu seakan dibangkitkan.
Kespanyolan mereka sebagian besar berupa memori-memori yang penuh luka. Mereka pun mulai berimajinasi tentang membentuk bangsa baru, seperti dulu, sebelum luka itu hadir.
Pada logika yang serupa, sebagian besar orang Aceh atau Papua atau subnasional yang terluka lainnya di negeri ini tentu tak memiliki degup yang sama dengan orang di Jawa ketika kalimat "NKRI harga mati" kembali ramai diteriakkan belakangan ini. Ada sejarah luka yang berbeda yang dialami masing-masing ketika "menjadi Indonesia" selama puluhan tahun ini.
Dalam kacamata subnasional yang jauh di luar Jawa, dari apa yang mereka lihat di televisi, media sosial, dan surat kabar, politik Indonesia saat ini sesungguhnya tak lebih ajang kontestasi egosentrisme kutub-kutub kekuatan Jawa.
Orang-orang membicarakan Jokowi, Ahok, Prabowo, Anies, intoleransi, toleransi, Pancasila, islamisme, maupun NKRI harga mati dalam konteks pertarungan politik kekuasaan yang secara fisik dan psikologis jauh dari kepentingan orang-orang di daerah-daerah subnasional ini.
Maka, jika kontestasi politik ala Jawa, khususnya Jakarta, ini tak segera menemukan titik keseimbangannya, sementara ketimpangan kesejahteraan dan krisis daya beli ini tak segera menemukan jawabannya, tak tertutup kemungkinan Catalonia baru aku muncul di negeri ini, bahkan sekencang apa pun nasionalisme diteriakkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.