Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Najwa Shihab
Jurnalis Televisi

Pendiri Narasi.

Sumpah Literasi Anak Muda dan Kolonialisme yang Tumbang

Kompas.com - 30/10/2017, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho
Sangat tepat membicarakan soal literasi di tengah perayaan Sumpah Pemuda
 
Kita lebih sering membicarakan Sumpah Pemuda sebagai momentum penting persatuan nasional. Pertemuan para pemuda dan organisasi pergerakan kepemudaan dari berbagai daerah pada 27-28 Oktober 1928 itu selamanya akan dikenang sebagai salah satu konsensus terpenting dalam perjalanan sejarah bangsa ini.
 
Dari sejak Sekolah Dasar kita diajarkan hal itu. Dan banyak dari kita yang mungkin masih ingat versi ringkas dari tiga butir ikrar yang disepakati di Kramat Raya itu:  bertumpah darah satu, bertanah air satu dan berbahasa persatuan yang satu yaitu Indonesia.
 
 
Tiga ikrar yang di kemudian hari dikenal sebagai Sumpah Pemuda itu secara verbal menyatakan nasionalisme terhadap tanah air yang saat itu masih berada dalam tindasan kolonialisme.
 
Pengunjung melihat Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).KOMPAS/PRIYOMBDO Pengunjung melihat Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
Tentu saja, para pemuda itu bukan generasi pertama yang tidak menyukai penjajahan. Riwayat perlawanan terhadap kolonialisme Spanyol, kemudian Portugis dan akhirnya Belanda jauh lebih tua ketimbang Sumpah Pemuda.
 
Berbagai perlawanan, baik dalam skala kecil hingga yang mengobarkan perang akbar, sudah terjadi di berbagai pulau di seantero Nusantara.
 
Hanya saja, perlawanan terhadap kolonialisme pada abad 20 memang sangat berbeda dengan perlawanan-perlawanan sebelumnya.
 
Yang paling membedakan adalah metode perlawanannya. Kolonialisme tidak lagi dihadapi semata-mata dengan senjata, melainkan dengan cara-cara modern melalui organisasi, surat kabar, hingga diskusi dan rapat-rapat akbar. 
 
 
Kita tidak bisa memahami mengapa hal itu bisa terjadi tanpa menyinggung berkah yang justru disediakan oleh kolonialisme: pendidikan.
 
Politik Etis memungkinkan sekolah-sekolah modern bermunculan dan pelan-pelan dapat diakses kaum bumiputera. Kendati awalnya sangat segmented dan hanya dapat diakses oleh sedikit sekali kaum bumiputera, namun yang sedikit itulah yang kemudian mengerek gerbong perubahan. 
 
Para pemuda yang berkumpul di Kramat Raya pada 27-28 Oktober 1928 adalah kelompok kecil elite bumiputera yang dapat mengakses pendidikan.
 
Para pemuda yang hadir di Kramat Raya itu adalah generasi kedua, bahkan ada yang ketiga, dari kelompok para aktivis pergerakan yang mengabadikan hidupnya untuk memperjuangkan kemerdekaan.
 
Sejumlah pemuda memakai pakaian adat saat mengikuti upacara bendera di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, Sabtu (28/10/2017). Upacara dengan pakaian adat tersebut dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda.ANTARA FOTO/MOCH ASIM Sejumlah pemuda memakai pakaian adat saat mengikuti upacara bendera di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, Sabtu (28/10/2017). Upacara dengan pakaian adat tersebut dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Mereka tidak lagi termakan oleh iming-iming, atau bujuk rayu, atau hoax jika menggunakan istilah sekarang, yang mengatakan bahwa bersama Belanda adalah sebaik-baiknya pilihan.
 
 
Bacaan dan teori-teori politik yang mereka akses membuat mereka tidak lagi percaya bahwa Belanda adalah “majikan yang alami”.
 
Kendati tumbuh dalam sistem pendidikan kolonial, mereka tahu bahwa bercokolnya Belanda bukanlah proses alamiah, juga bukan takdir yang tidak bisa ditolak.
 
Kehadiran Belanda itu sudah dimengerti sebagai buah dari proses politik ratusan tahun lamanya, proses yang banyak di antaranya berisi kekejian, darah dan air mata.
 
Abad 20 memungkinkan mereka mendapatkan asupan informasi yang cukup bahwa gelombang dekolonisasi, arus perlawanan terhadap kolonialisme, juga terjadi di berbagai belahan dunia yang sebagian besarnya hanya pernah mereka dengar dari bahan bacaan.
 
Mereka kenal Jose Rizal dari Filipina, Kemal Attaturk dari Turki, hingga Sun Yat Sen dari Tiongkok. Mereka paham bahwa Eropa tak selamanya digdaya, dan Asia tak selamanya menjadi pecundang.
 
Mereka sudah khatam berbagai cerita tentang, misalnya, mengapa Jepang secara menggegerkan berhasil mengalahkan Kekaisaran Rusia pada awal abad 20.
 
Ilustrasi literasi dan pendidikanThinkstocks/URFINGUSS Ilustrasi literasi dan pendidikan
Literasi, pada akhirnya, memainkan peran yang sangat mendasar dalam proses dekolonisasi Belanda di tanah air. 
 
Pengetahuan dan kecakapan
 
Per definisi, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan literasi baca tulis sebagai pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan.
 
 
Jauh sebelum rumusan itu ditemukan, para pemuda yang menelurkan Sumpah Pemuda (juga para seniornya yang melahirkan Boedi Otomo, Sarekat Islam hingga Indische Partij) sudah mempraktikkan hal itu. Mereka adalah generasi yang sangat cakap dan bermutu tinggi dalam hal literasi.
 
Dengan segala macam keterbatasan, mereka mampu memanfaatkan setiap serpihan informasi yang diperoleh untuk membaca gerak sejarah dunia dan merumuskan langkah-langkah strategis untuk kepentingan pergerakan nasional.
 
Tidak hanya melek literasi, mereka adalah generasi yang jauh dari kata cupet. Mereka tidak cupet dalam pergaulan, tidak pernah membatasi pergaulan.
 
Mereka berjejaring dengan koleganya dari Eropa yang berambut pirang, dengan rekan-rekannya yang berkulit cokelat dari India, dengan yang bermata sipit di Tiongkok, hingga yang berhidung besar dari Timut Tengah dan Afrika Utara.
 
Sejumlah dosen dan mahasiswa membentuk formasi delapan pulau Indonesia dan membentangkan kain merah putih saat peringatan Hari Sumpah Pemuda di halaman kampus Universitas Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (28/10/2017). Kegiatan yang melibatkan ribuan mahasiswa dengan menggunakan pakaian adat tersebut sebagai momentum untuk menunjukkan berbeda latar belakang, budaya, agama, etnis, tapi tetap satu kesatuan.ANTARA FOTO/UMARUL FARUQ Sejumlah dosen dan mahasiswa membentuk formasi delapan pulau Indonesia dan membentangkan kain merah putih saat peringatan Hari Sumpah Pemuda di halaman kampus Universitas Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (28/10/2017). Kegiatan yang melibatkan ribuan mahasiswa dengan menggunakan pakaian adat tersebut sebagai momentum untuk menunjukkan berbeda latar belakang, budaya, agama, etnis, tapi tetap satu kesatuan.
Mereka menyadari bahwa kolonialisme tidak identik dengan ras dan suku, dan perjuangan pun harus dilakukan dengan berjejaring bersama siapa pun yang mau berbagi solidaritas. Apa pun agamanya, bangsanya, bahasanya, ras dan etnisnya.
 
Mereka adalah anak-anak tanah airnya, sekaligus anak-anak dunia. Menjunjung tinggi tanah yang dipijak kakinya dan langit di atas kepalanya, namun sekaligus membuka diri pada berbagai hal baik yang datang dari mana pun dan kapan pun.  
 
Inilah pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari peristiwa lahirnya Sumpah Pemuda.  
 
Literasi terbukti sangat menentukan dalam sejarah bangsa ini. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa literasi itu pula yang akan membimbing bangsa ini menyongsong masa depan yang lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com