JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, praktik jual-beli jabatan diduga masih marak dilakukan di berbagai tempat, tidak cuma di Kabupaten Klaten dan Nganjuk.
Kedua daerah itu memang menjadi sorotan setelah kepala daerahnya terjerat kasus dan menjadi tersangka di KPK.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, KPK menilai penguatan aparat pengawas internal perlu segera dilakukan. Salah satunya, perubahan struktur inspektorat agar lebih tinggi dari aparat yang diawasi.
"Segala upaya harus dilakukan, bagaimana Presiden nanti harus membuat aturan agar tak terjadi hal yang sama. Perlu dibuat menyeluruh upaya memberantas tindak pidana korupsi," ujar Basaria di Gedung KPK Kamis (26/10/2017).
Menurut Basaria, KPK masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri mengenai regulasi penguatan inspektorat di daerah.
(Baca juga: Jengkelnya Wiranto dengan Jual Beli Jabatan di Pemerintahan...)
Kedua lembaga sama-sama mengusulkan agar inspektorat pemerintah kabupaten atau kota strukturnya tidak berada di bawah bupati atau wali kota. Hal tersebut untuk menghindari inspektorat dikendalikan oleh kepala daerah yang diawasi.
"Rencanananya aparat pengawas internal tidak berada di bawah kekuasaan kepala daerah. Diusahakan setingkat atau di atasnya. Aturannya sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian," kata Basaria.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dan beberapa pejabat di Kabupaten Nganjuk. Taufiq diduga menerima suap Rp 298 juta terkait praktik jual beli jabatan.
Praktik yang sama pernah terungkap di Kabupaten Klaten. Saat itu, KPK menangkap tangan Bupati Klaten Sri Hartini. Sri ditangkap terkait suap promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.