JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Medan, Albertina Ho mengungkapkan sejumlah kendala Mahkamah Agung untuk mewujudkan sistem peradilan yang akuntabel.
Menurut dia, setidaknya ada dua faktor yang saling memengaruhi satu sama lain, yaitu banyaknya jumlah hakim dan keterbatasan biaya.
Padahal, MA butuh biaya yang tak sedikit untuk melakukan pelatihan pada hakim.
"Sehingga kita akan ketemu dengan hakim yang cerita belum pernah ikut pelatihan. Ada hakim yang begitu karena keterbatasan biaya," ujar Albertina, dalam diskusi publik bertajuk "Mendukung Pengadilan yang Transparan dan Akuntabel" di Universitas Padjajaran, Bandung, Rabu (25/10/2017).
Jumlah hakim di tingkat pertama sebanyak 3.164 orang. Sementara, hakim di pengadilan tinggi sebanyak 738 orang.
Baca: Kenaikan Pendapatan dan Fasilitas Hakim Tak Mampu Hentikan Praktik Korupsi
Pelatihan hakim terdiri dari dua kategori, yaitu umum dan sertifikasi.
Pelatihan sertifikasi spesifik pada peradilan anak, tindak pidana korupsi, lingkungan hidup, dan niaga.
Sementara itu, pelatihan umum ruang lingkupnya lebih luas.
Padahal, pelatihan hakim merupakan satu hal yang wajib dilakukan MA. Akan tetapi, dengan biaya yang tersedia, tidak semua hakim bisa dipanggil untuk pelatihan.
"Jadi salah satu yang ditempuh kerj asama dengan donor," kata Albertina.
Albertina mengatakan, MA menjalin kerja sama dengan pihak pendonor untuk memberi pelatihan kepada hakim. Meski demikian, hingga saat ini bantuan itu belum menjangkau keseluruhan.
Dengan adanya pelatihan yang menyeluruh, Albertina meyakini kondisi peradilan Indonesia akan jauh lebih baik. Terutama dalam membuat keputusan yang berkualitas dan mudah dimengerti.
"Kami sekarang mencoba memberikan pelatihan membuat putusan yang dimengerti masyarakat. Putusan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar," kata Albertina.